A.
Pengertian
Penyertaan (Deelneming)
Kata Deelneming berasal dari kata deelnemen (Belanda)
yang diterjemahkan dengan kata menyertai, dan deelneming diartikan menjadi
penyertaan. Sedangkan pengertian dari deelneming itu sendiri adalah suatu delik
yang dilakukan lebih dari satu orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Deelneming
dapat diartikan sebagai terwujudnya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh
lebih dari satu orang, yang mana antara orang yang satu dengan yang lainnya
terdapat hubungan sikap batin dan/atau perbuatan yang sangat erat terhadap
terwujudnya tindak pidana tersebut.
Penyertaan
di atur dalam pasal 55 dan pasal 56 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau
lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang
atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana dapat di
sebutkan bahwa seseorang tersebut turut serta dalam hubungannya dengan orang
lain.
Ada beberapa pengertian deelneming menurut para ahli :
- Prof.Satochid Kartanegara mengartikan Deelneming apabila dalam satu delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang.
- Menurut doktrin, Deelneming menurut sifatnya terdiri atas:
a. Deelneming yang
berdiri sendiri,yakni pertanggung jawaban dari setiap peserta dihargai sendiri-sendiri.
b. Deelneming yang tidak
berdiri sendiri,yakni pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantunggkan
dari perbuatan peserta yang lain.
- Menurut Chajawi deelneming adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta/terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun fisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana. Orang-orang yang terlibat dalam mewujudkan tindak pidana, perbuatan masing-masing dari mereka berbeda satu dengan yang lain demikian juga bisa tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap tindak pidana maupun terhadap peserta yang lain, demikian juga bisa tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap tindak pidana maupun terhadap peserta yang lain. Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing itu terjalinlah suatu hubungan yang sedemikian rupa eratnya, dimana perbuatan yang satu menunjang perbuatan yang lainnya, yang kesemuanya mengarah pada satu ialah terwujudnya tindak pidana.
B.
Dasar Hukum
dalam Penyertaan (Deelneming)
Penyertaan
(Deelneming) diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP.
Pasal 55
berbunyi:
Ø Dipidana
sebagai pembuat tindak pidana:
1. mereka yang
melakukan, yang menyuruh lakukan, dan yang turut serta melakukan;
2. mereka yang dengan memberi atau
menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan, yang sengaja diajurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan, yang sengaja diajurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56
KUHP berbunyi:
Ø Dipidana
sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang
sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan yang dilakukan;
2. mereka yang
sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Dari kedua pasal tersebut (Pasal 55
dan 56) tersebut, dapat diketahui bahwa menurut KUHP penyertaan itu dibedakan
dalam 2 kelompok.
1. pertama adalah kelompok yang disebut sebagai para pembuat (mededaer), (Pasal 55 KUHP) yaitu:
1. pertama adalah kelompok yang disebut sebagai para pembuat (mededaer), (Pasal 55 KUHP) yaitu:
a. yang melakukan (plegen) orangnya
(pleger)
b. yang menyuruh melakukan (doen
plegen) orangnya (doen pleger)
c. yang turut serta melakukan (mede
plegen) orangnya (mede pleger)
d. yang menganjurkan (uitlokken)
orangnya (uitlokker).
2. kedua, yaitu orang yang disebut
sebagai pembuat pembatu (medeplichtige) (Pasal 56 KUHP), yakni:
a. pemberian bantuan pada saat
pelaksanaan kejahatan; dan
b. pemberian bantuan sebelum
pelaksanaan kejahatan.
C.
Peran –
Peran Pelaku dalam Penyertaan (Deelneming)
Berdasarkan rumusan kedua pasal di
atas (pasal 55 dan 56 KUHP), maka terdapat 5 peranan pelaku tindak pidana dalam
hukum pidana, yaitu :
a.
Pleger atau
Dader (orang yang melakukan)
Pleger adalah pelaku tindak pidana
yang melakukan perbuatannya sendiri, baik memakai alat maupun dengan tidak
memakai alat. Dengan kata lain Pleger adalah mereka yang secara keseluruhan
memenuhi unsur perumusan delik pidana dan yang dipandang paling
bertanggungjawab atas kejahatannya.
b.
Doen Pleger
(orang yang menyuruh melakukan)
Doenpleger adalah orang yang membuat
sedemikian rupa sehingga orang lain melakukan pebuatan yang mewujudkan delik yang
tidak dapat dipidana karena tidak bersalah, sehingga dapat dikatakan dalam
doenplegen setidaknya ada 2 orang pihak yang terlibat, yaitu pembuat langsung
(manus ministra) dan pembuat tidak langsung (manus domina). Sesungguhnya orang yang melakukan tindak
pidana langsung adalah orang yang disuruh melakukan (manus ministra), tetapi
yang paling bertanggung jawab adalah orang yang menyuruh melakukan (manus
domina) karena dia yang menyebabkan orang lain melakukan tindak pidana. Dalam
hal ini manus ministra tidak dapat dipersalahkan atau dipertanggungjawabkan.
Orang yang disuruh (manus ministra) mempunyai “dasar-dasar yang menghilangkan sifat
pidana” sebagaimana diatur dalam Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan
Pasal 51 KUH Pidana.
Contoh keadaan-keadaan yang membuat orang yang
disuruh melakukan tidak dapat dijatuhi pidana karena ada alasan penghapus
kesalahan:
1.
Orang yang
disuruh adalah orang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena Pasal 44 KUHP.
2.
Orang yang
disuruh berada dalam keadaan daya paksa (overmacht).
3.
Orang yang
disuruh melakukan perintah jabatan yang tidak sah tapi dengan itikad baik ia
mengira bahwa perintah itu sah.
Contoh keadaan dimana Orang tsb sama sekali tidak melakukan tindak pidana
atau perbuatan yang dilakukan tidak dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana:
1. Seorang juru rawat yang sama sekali tidak mengetahui bahwa obat yang
diberikan pada pasien atas perintah seorang dokter adalah obat yang mengandung racun.
2. A meminta B untuk menukarkan uang palsu; sedangkan B tidak tahu bahwa uang
itu palsu.
c.
Medepleger
atau Mededader (orang yang turut melakukan)
Medepleger adalah orang yang
terlibat langsung turut berbuat bersama pelaku dalam melakukan tindak pidana.
Oleh karena itu, kualitas dari masing-masing tindak pidana adalah sama. Syarat
adanya medepleger, yaitu pertama adanya kerjasama secara sadar dilakukan dengan
sengaja dan ditujukan kepada hal-hal yang dilarang Undang-undang. Kedua ada
pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik.
d.
Uitlokker
(orang yang membujuk melakukan)
Uitlokker adalah setiap orang yang
menggerakkan atau membujuk orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana.
Istilah "menggerakkan" atau "membujuk" ruang lingkup
pengertiannya sudah dibatasi oleh Pasal 55 ayat (1) bagian 1 KUH Pidana yaitu
dengan cara memberikan atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, memberi kesempatan, sarana
dan keterangan. Berbeda dengan "orang yang disuruh melakukan",
"orang yang dibujuk tetap" dapat dihukum, karena dia masih tetap
mempunyai kesempatan untuk menghindari perbuatan yang dibujukkan kepadanya.
Tanggung jawab orang yang membujuk (uitlokker) hanya terbatas pada tindakan dan
akibat-akibat dari perbuatan yang dibujuknya, selebih tanggung jawab yang
dibujuk sendiri.
e.
Medeplichtige
(orang yang membantu melakukan)
Membantu
melakukan kejahatan diatur dalam Pasal 56 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Sebagai
pembantu melakukan kejahatan dihukum:
1. Mereka
yang dengan sengaja membantu saat kejahatan itu dilakukan.
2. Mereka
yang dengan sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan
kejahatan itu.”
Dalam
memahami pasal 56 KUHP, perlu diperhatikan terlebih dahulu rumusan pasal 57
ayat (4) KUHP yang berbunyi: “Untuk menentukan hukuman bagi pembantu, hanya
diperhatikan perbuatan yang dengan sengaja memudahkan atau diperlancar oleh
pembantu itu serta akibatnya.”
“....suatu
bantuan yang tidak berarti tidak dapat dipandang sebagai bantuan yang dapat
dihukum.”
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, dimuat arti kata “membantu”, yaitu:
1.
Tolong.....,
2.
Penolong...., membantu, memberi songkongan.
Dengan demikian, perbuatan membantu tersebut sifatnya menolong atau memberi
sokongan. Dalam hal ini, tidak boleh merupakan perbuatan pelaksana. Jika telah
melakukan perbuatan pelaksanaan, pelaku sudah termasuk mededader, bukan
lagi membantu.
D. Contoh Kasus dan Kronologi Pembunuhan Ade Sara
Kasus tewasnya Ade Sara Angelina Suroto
menjadi sorotan lantaran tewas secara mengenaskan di tangan Hafiz, mantan
pacarnya. Hafiz membunuh tidak sendiri, ia dibantu pacar barunya, Assyifa. Atas
nama dendam dan cemburu, dua sejoli tersebut pun membuat skenario jahat untuk
menghabisi nyawa Ade Sara.
Berikut kronologi pertemuan Ade Sara dengan kedua pelaku hingga
akhirnya tewas :
- Senin, 3 Maret 2014
Sekitar pukul 17.30 WIB, sesuai perjanjian, korban bertemu dengan
Assyifa di Stasiun Gondangdia. Saat itu korban seharusnya ada jadwal mengikuti
les bahasa Jerman yang rutin ia lakukan. Di sinilah, korban sesuai dengan
rencana pelaku bertemu dengan tersangka Hafiz. Kedua pelaku pun mengantar ke
tempat les korban di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menuturkan terdapat
sandiwara yang dilakoni kedua pelaku. "Ada sandiwara, mereka (kedua pelaku)
bertengkar," tuturnya.
Saat Ade Sara turun dari mobil Hafiz untuk ikut les, rupanya
Assyifa pun juga ikut turun. Kemudian, Hafiz mengajak Assyifa masuk ke dalam
mobil. Assyifa tak ingin masuk ke dalam mobil, jika Ade Sara juga tak masuk.
"Padahal itu jebakan. Melihat keduanya bertengkar, Sara pun tergerak,"
tambah Rikwanto.
Tak berapa lama, keduanya pun melakukan penganiayaan terhadap Ade
Sara. Kanit V Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Antonius
Agus menjelaskan, pada awalnya Ade Sara dipaksa untuk menanggalkan seluruh
pakaiannya. Saat hendak dibuka oleh Assyifa, korban menolak dan memilih untuk
membuka sendiri pakaiannya.
"Disuruh buka baju biar enggak kabur. Kan malu tuh kalau kabur keluar mobil enggak pakai baju," jelas Agus.
Lantaran sempat mendapat penolakan dari Ade Sara, keduanya pun naik
pitam. ''Hafiz sempat menendang leher korban dengan kaki kiri, memukul dan
menyetrum lagi. Assyifa juga memberikan beberapa pukulan lagi,'' jelas Agus.
Keduanya langsung melanjutkan perjalanan sambil membungkam korban
dengan tisu dan kertas koran.
- Pukul 21.25 WIB
Assyifa memegang dada korban dan mendapati Ade Sara sudah tewas.
Mobil Hafiz sempat mogok tiga kali.
- Selasa, 4 Maret 2014
Sekitar pukul 02.00 WIB, saat melintas di Kemayoran, mobil pelaku
kembali mogok. "Tersangka minta bantuan ke temannya untuk membetulkan
aki," ucap Agus.
Sedangkan Assyifa memakaikan kembali pakaian Ade Sara. Di sinilah
Hafiz memberitahukan kepada temannya yang datang bahwa ia membawa mayat.
Temannya menganggap Hafiz bercanda dan selanjutnya meninggalkan Hafiz ketika akinya
sudah berfungsi.
Sekitar pukul 21.00 WIB, kedua pelaku pun membuang jenazah Ade
Sara di pinggiran Tol Bintara, Bekasi.
- Rabu, 5 Maret 2014
Sekitar pukul 04.00 WIB jenazah korban ditemukan petugas.
Berikut urutan perjalanan Hafiz Assyifa bersama korban: Gondangdia - Menteng (korban bertemu dengan kedua pelaku) - Tamini - Cawang - Pramuka (diduga terjadi penganiayaan) - Kemayoran (korban sudah meninggal dalam keadaan telanjang) - Utan Panjang - ITC Cempaka Mas -Salemba - Bintara (korban dibuang) - Pulau Gebang.
Berikut urutan perjalanan Hafiz Assyifa bersama korban: Gondangdia - Menteng (korban bertemu dengan kedua pelaku) - Tamini - Cawang - Pramuka (diduga terjadi penganiayaan) - Kemayoran (korban sudah meninggal dalam keadaan telanjang) - Utan Panjang - ITC Cempaka Mas -Salemba - Bintara (korban dibuang) - Pulau Gebang.
E. Analisis Kasus Ade Sara
Kasus ini bila dikaitkan dengan
penyertaan termasuk kedalam deelneming pleger, medepleger dan uitlokker, karena
dalam melakukan tindakan pidana si pelaku melakukan tindakan pidana secara
kerjasama dan pelaku yang satu selain turut serta melakukan tindakan pembunuhan
tersebut, juga sebagai pembujuk dalam rencana pembunuhan itu. Di dalam kasus
ini kedua pelaku dapat dijerat pasal 338 tentang pembunuhan,
Pasal 340 tentang pembunuhan berencana, serta Pasal 353 ayat 3 tentang penganiayaan
berencana. Ancaman pidana bagi keduanya adalah kurungan seumur
hidup atau hukuman mati.
Ramli Ardi Yahya