Dengan berkembangnya kehidupan pemerintahan dan berkembangnya otonomi
daerah di Indonesia maka pemerintah Indonesia sangat membutuhkan penyalur
aspirasi rakyat dan penyelenggara pemerintahan di lingkungan yang kebih kecil
dibandingkan dalam ruang lingkup Negara, yaitu dalam ruang lingkup lokal. Maka
tugas dan wewenang pemerintah daerah sangat penting, dan salah satu lembaga
daerah yang sangat penting adalah DPRD. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
adalah bentuk lembaga perwakilan rakyat (parlemen)
daerah (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia
yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
bersama dengan pemerintah daerah. DPRD
diatur dengan undang-undang, terakhir melalui Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009.
Dari segi ketatanegaraan, masalah
pemerintahan daerah merupakan salah satu aspek structural dari suatu negara
sesuai dengan pandangan bahwa negara adalah suatu organisasi. Pembagian negara
dalam beberapa daerah kabupaten dan seterusnya dimaksudkan demi memudahkan
pelayanan masyarakat dan mewujudkn jaringan pemerintahan yang teratur dan
sistematis. Aturan permainan dan saling hubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah diatur dalam undang-undang sesuai dengan jiwa dan batasan
yang tercantum dalam UUD 1945.
Dari semula telah ditegaskan bahwa
Indonesia adalah negara kesatuan. Gagasan negara kesatuan diterangkan secara
jelas dan konkrit dalam pembukaan UUD 1945 serta dalam setiap ketentuan
perundang-undangan yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah. Dalam pembukaan UUD 1945 disebut “ Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum ………”
Kemudian untuk memperjelas dan
mempertegas gagasan negara kesatuan sebagai ketentuan hukum, maka para perumus
UUD 1945 menegaskan dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 dengan rumusan “ Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Rumusan ini
dipertegas lagi dalam penjelasan UUD 1945 dengan rumusan “negara” begitu
bunyinya – melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara
persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa Indonesia.
Jadi negara mengatasi segala paham
golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian
“pembukaan “ menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia
seluruhnya. Inilah satu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.”
Namun dari semula telah jelas
bahwa demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial untuk
seluruh rakyat Indonesia maka Republik Indonesia dibagi dalam beberapa daerah.
Pembagian tersebut adalah konsekuensi logis antara dari pemerintahan yang
desentralisasi dan demi kemudahana manajemen pemerintahan mengingat luas daerah
Indonesia dan banyaknya penduduk Indonesia. Maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
hadir sebagai lembaga yang menaungi suara-suara daerah untuk membangun
daerahnya.
Legislative daerah atau dalam hal
ini Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) dalam melaksanakan tugasnya mempunyai hak
dan kewajiban sesuai dengan rumusan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Esensi mempunyai hak dan kewajiban tersebut supaya dapat mengemban tugasnya
sebagai wakil rakyat penyambung pikiran dan semangat rakyat yang diwakilinya.
Dalam teori memang agak mudah
merumuskan fungsi legislative. Masyarakat selalu menumpahkan harapan dan
mimpi-mimpinya langsung atau tidak langsung kepada wakilnya, yaitu mereka yang
duduk dilembaga legislative. Terkadang harapan itu terlalu muluk atau ideal
sehingga akhirnya atau paling sedikit untuk sementara orang, masih tinggal
harapan. Dalam realita kehidupan DPRD di Indonesia selama ini, ternyata fungus
DPRD tersebut mengalami pasang surut yang cukup drastic.pada awal tahun tahun
kemerdekaan, walau belum semuanya dapat dipraktekan, DPRD mempunyai fungsi yang
sangat luas yang bahkan dapat disebut merupakan mini DPR di daerah. DPRD
memiliki kekuasaan memilih, mengendali dan mengawasi pemerintahan di daerah
yang sangat dominan sesuai dengan gerak politik pada saat itu. Keadaan
demokrasi liberal tersebut teoritis berlaku hingga pertengahan tahun 1959.
Kemudian perubahan politik dan perubahan konstitusi berikut perubahan
perundang-undangan telah menjadikan DPRD sebagai ajang pertempuran politik yang
umumnya didominasi aliran politik tertentu (Periode 1959-1965) setelah periode
tersebut maka kehidupan DPRD dihinggapi masa lesu dan seakan akan kehilangan
arah. Barulah pada tahun 1974 dengan keluarnya Undang-undang no. 5 tahun 1974
yang diawali pemilu tahun 1971, DPRD atau dalam hal ini legislative daerah
mempunyai pegangan dan aturan permainan yang lebih mendasar dan nyata. DPRD
berfugsi kembali dalam keterbatasannya.
Dalam perjalanan sejarah sejak
1974 hingga pemilu 1982, legislative daerah telah membangun citra baru sesuai
dengan perkembangan politik nasional. Sedikit demi sedikit aturan pelaksanaan
undang-undang no. 5 tahun 1974 mulai keluar dan dipraktekan namun dalam banyak
hal dikalangan DPRD itu sendiri masih terdapat kesimpang siuran dan ketidakpastian
akibat dari kurang jelasnya aturan permainan dan hutan rimbanya pedoman dan
peraturan yang berlaku hanya beberapa segelintir anggota DPRD yang tahu persis
hak dan kewajibannya dan bagaimana memanfaatkannya dalam praktek demi memenuhi
fungsinyasebagai wakil rakyat . sebagian yang lain sekedar ikut atau sekedar
manggut-manggut.
Sesuai dengan pedoman dan proses
politik yang berlaku secara nasional, maka undang-undang no.5 tahun 1974 telah
menggariskan hak dan kewajiban DPRD dalam melaksanakannya fungsinya sebagai
wakil rakyat. Berhasil tidaknya DPRD sebagai lembaga tergantung dari berhasil
tidaknya mereka melaksanakan fungsi tersebut. Demikian juga hal yang sama bagi
setiap anggota DPRD.
Pada garis besarnya legislative
daerah sesuai dengan arti aslinya ialah pembuat undang-undang di daerah yang
dalam istilah teknisnya disebut peraturan daerah, tetapi perkembangan
ketatanegaraan yang menuntut perluasan hak dan kewajiban serta fungsi
legislative telah berubah dan ikut berkembang.
DPRD berkedudukan di setiap wilayah
administratif, yaitu:
- Dewan perwakilan rakyat daerah provinsi (DPRD provinsi), berkedudukan di ibukota provinsi.
- Dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten (DPRD kabupaten), berkedudukan di ibukota kabupaten.
- Dewan perwakilan rakyat daerah kota (DPRD kota), berkedudukan di kota.
DPRD merupakan mitra kerja kepala
daerah (gubernur/bupati/wali kota).
Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD, karena dipilih langsung
oleh rakyat melalui pemilihan
umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.
DPRD memiliki fungsi :
- legislasi, berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah
- anggaran, Kewenangan dalam hal anggaran daerah (APBD)
- pengawasan, Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah
Tugas dan wewenang DPRD adalah:
- Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah. Dalam hali membuat Peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada daerah.
- Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang diajukan oleh kepala daerah.
- Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD. Tugas ini konsekuensi daripada tugas membentuk undang-undang dan menyusun anggaran tersebut diatas, dan adanya kewajiban kepala daerah dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pemerintah daerah , untuk memberikan keterangan pertanggung jawaban kepada DPRD sekurang-kurangnya setahun sekali, atau jika dipandang perlu atau apabila diminta oleh DPRD.
- Mengusulkan:
ü Untuk
DPRD provinsi, pengangkatan/pemberhentian gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri
untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan/pemberhentian.
ü Untuk
DPRD kabupaten, pengangkatan/pemberhentian bupati/wakil bupati kepada Gubernur
melalui Menteri Dalam Negeri.
ü Untuk
DPRD kota, pengangkatan/pemberhentian wali kota/wakil wali kota kepada Gubernur
melalui Menteri Dalam Negeri.
- Memilih wakil kepala daerah (wakil gubernur/wakil bupati/wakil wali kota) dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
- Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah. Perjanjian internasional adalah perjanjian antara pemerintah dengan dengan pihak luar negeri yang terkait dengan kepentingan daerah.
- Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kerja sama internasional adalah kerja sama daerah dengan pihak luar negeri yang meliputi kerja sama kabupaten / kota, kerja sama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerjasama penerusan pinjaman / hibah, kerja sama penyertaan modal, dan kerja sama lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Laporan keterangan pertanggungjawaban adalah laporan yang disampaikan oleh kepala daerah setiap tahun dalam siding paripurna DPRD yang berkaitan dengan penyelenggaraan tugas otonomi dan tugas pembantuan.
- Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
- Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Membentuk panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah
- Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
- Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Selain tugas dan wewenang ini
antara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keungan Negara
Dalam
menjalankan tugas beserta fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPRD
memiliki beberapa hak yaitu sebagai berikut :
·
Hak Interpelasi,
Hak DPRD untuk meminta
keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang
penting dan strategis yang berdampak
luas kepada kehidupan bangsa dan negara serta daerah tersebut.
·
Hak Angket,
Pelaksanaan fungsi dan
pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu
kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas kepada
kepentingan bangsa dan negara serta daerah tersebut yang diduga bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
·
Hak menyatakan pendapat.
Hak DPRD untuk
menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau meengenai kebijakan
luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya
atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
Pelaksanaan hak angket dilakukan
setelah diajukan hak interpelasi dan mendapatkan persetujuan dari rapat
paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya tiga per empat dari jumlah
anggota DPRD dan putusan diambil dengan
persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota yang dihadir.
Dalam menggunakan hak angket
dibentuk panitia angket yang terdiri dari unsur semua Fraksi di DPRD yang
bekerja dalam waktu yang paling lama enam puluh hari. Dalam melaksanakan
tugasnya Penitia Angket dapat memanggil, mendengar dan memeriksa seseorang yang
dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta meminta untuk menunjukan surat atau
dokumen yang berkaitan dengan hal yang diselidiki .
Setiap orang yang dipanggil,
didengar dan diperiksa, wajib memenuhi panggilan Panitia Angket kecuali ada
alasan yang sah menurut perturan perundang-undangan. Dalam hal telah dipanggil
dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan, Panitia Angket dapat
memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonensia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
DPRD berhak meminta pejabat negara
tingkat daerah, pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat
untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat
dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika
panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan
dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan
perundang-undangan).
Seluruh hasil Panitia Angket
bersifat rahasia. Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket dan hak
menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman
pada perundang-undangan.
Selain ketiga Hak diatas Anggota
DPRD memiliki beberapa hak yaitu sebagai berikut
a.
hak mengajukan rancangan peraturan
daerah,
b.
mengajukan pertanyaan,
c.
menyampaikan usul dan pendapat,
d.
memilih dan dipilih,
e.
membela diri,
f.
imunitas,
g.
mengikuti orientasi dan pendalaman tugas,
h.
protokoler,
i.
serta keuangan dan administratif.
Selain
memiliki fungsi, hak, DPRD pun memiliki kewajibannya sebagai lembaga perwakilan
rakyat . yaitu sebagai berikut :
a. Mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia;
b. Melaksanakan
kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c. Mempertahankan
dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Republik Indonesia;
d. Memperjuangkan
peningkatan kesejahteraan rakyat daerah;
e. Menyerap,
menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
f. Mendahulukan,
kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
g. Memberikan
pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjannya selaku anggota DPRD sebagai wujud
tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya;
h. Menaati
peraturan tata tertib, kode etik, dan sumpah / janji sebagai anggota DPRD;
i.
Menjaga
norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
1. Badan Legislasi
Sesuai dengan Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta Nomor 02 /DPRD/Tahun 2009
Tentang Tata Tertib:
Pasal 43
yaitu
Badan Legislasi dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat
kelengkapan DPRD yang bersifat tetap.
Pasal 44
yaitu
1) DPRD menetapkan susunan dan keanggotaan
Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan
DPRD dan permulaan tahun sidang.
2) Jumlah anggota Badan Legislasi
ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi.
3) Penggantian anggota Badan
Legislasi dapat dilakukan oleh Fraksinya, apabila anggota Badan Legislasi yang
bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan lain dari Fraksinya.
4) Sekretariat DPRD membantu
pelaksanaan tugas Badan Legislasi.
Pasal 45
yaitu
1) Pimpinan Badan Legislasi
merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan olegial.
2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri
atas 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah Anggota tiap-tiap Fraksi.
3) Pemilihan pimpinan Badan
Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan Dalam Rapat Badan
Legislasi yang dipimpin oleh Pimpinan DPRD, setelah penetapan susunan dan
keanggotaan Badan Legislasi.
4) Pembagian tugas anggota dan
Pimpinan Badan Legislasi diatur sendiri oleh Pimpinan Badan Legislasi
berdasarkan tugas Badan Legislasi.
5) Dalam hal Pimpinan Badan
Legislasi Daerah berhalangan tetap, penggantian Pimpinan Badan Legislasi
dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan selanjutnya ditetapkan dalam
Rapat Paripurna.
6) Pimpinan Badan Legislasi
Daerah tidak dapat dirangkap dengan pimpinan alat \ kelengkapan DPRD lainnya.
Pasal 46
yaitu
(1) Badan Legislasi bertugas:
a. menyusun rancangan program legislasi daerah
yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta
alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di
lingkungan DPRD dengan mempertimbangkan masukan dari masyarakat
b. Mengkoordinasi penyusunan
program legislasi Daerah antara DPRD dan Pemerintah Daerah
c. Menyiapkan rancangan
Peraturan Daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan
d. Melakukan pengharmonisasian,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan
anggota, komisi, gabungan komisi, atau masyarakat sebelum rancangan peraturan
daerah tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPRD
e. Memberikan
pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota,
komisi, gabungan komisi, atau masyarakat di luar prioritas rancangan peraturan
daerah tahun berjalan atau di luar rancangan peraturan daerah yang terdaftar
dalam program legislasi daerah
f. Melakukan pembahasan,
pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan peraturan daerah yang secara
khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah
g. Mengikuti perkembangan dan
melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah
melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus
h. Memberikan masukan kepada
pimpinan DPRD atas rancangan peraturan daerah usulan masyarakat yang ditugaskan
oleh Badan Musyawarah; dan
i. Membuat laporan
kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa
keanggotaan DPRD untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa
keanggotaan berikutnya.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Badan Legislasi dapat:
a. Melakukan koordinasi dan
konsultasi dengan pemerintah daerah atau pihak lain yang dianggap perlu
mengenai hal yang menyangkut ruang lingkup tugasnya melalui pimpinan DPRD
b. Memberikan rekomendasi
kepada Badan Musyawarah dan Komisi yang terkait mengenai \penyusunan program
dan urutan prioritas pembahasan rancangan peraturan daerah untuk satu masa
keanggotaan DPRD dan setiap tahun anggaran
c. Memberikan rekomendasi
kepada Badan Musyawarah atau Komisi yang terkait, berdasarkan hasil pemantauan
terhadap materi peraturan daerah
d. Melakukan Rapat Kerja, Rapat
Dengar Pendapat, Rapat Dengar Pendapat Umum dan konsultasi publik serta
konsinyering untuk penyiapan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
e. Melakukan kunjungan kerja ke
DPRD dan/atau Pemerintah Daerah lainnya serta lembaga terkait sesuai dengan
ruang lingkup ketugasannya
f. Menyampaikan rencana
kerja tahun anggaran berikutnya kepada pimpinan DPRD untuk dibahas oleh Badan
Musyawarah; dan
g. Mengusulkan kepada Badan
Musyawarah hal yang dipandang perlu untuk dimasukkan dalam acara DPRD.
2. Komisi
Selain
terdiri dari beberapa partai, DPRD kota Yogyakartajuga terdiri dari beberapa
komisi yaitu:
Komisi A: Pemerintahan
Pemerintahan meliputi bidang/sub bidang : Pertanahan,
Kependudukan dan Catatan Sipil, Kesbangpol, Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum,
Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Sandi, Pemberdayaan Masyarakat, Statistik,
Kearsipan, Komunikasi dan Informatika, Perlindungan Masyarakat.
Komisi
B: Perekonomian dan Keuangan
Perekonomian dan Keuangan meliputi bidang/sub bidang :
Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, Pertanian, Penanaman modal, Pariwisata, Administrasi
Keuangan Daerah.
Komisi C: Pembangunan
Pembangunan meliputi bidang/sub bidang : Energi dan
Sumber Daya Mineral, Pekerjaan Umum, Perumahan, Penataan Ruang, Perencanaan
Pembangunan, Perhubungan, Lingkungan Hidup.
Komisi
D; Kesejahteraan Rakyat
Kesejahteraan Rakyat, meliputi bidang/sub bidang :
Pendidikan, Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera, Sosial, Nakertrans, Pemuda dan Olahraga, Perpustakaan, Ketahanan
Pangan, Kebudayaan, Agama.
3. Badan Khusus
Sesuai dengan Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta Nomor 02 /DPRD/Tahun 2009
Tentang Tata Tertib :
Pasal 54
yaitu
1. Panitia
Khusus dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat
sementara.
2. Susunan dan
keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah
anggota tiap-tiap fraksi.
3. umlah
anggota panitia khusus ditetapkan dalam rapat paripurna.
Pasal 55
yaitu
1. Pimpinan
panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial.
2. Pimpinan
panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional memperhatikan jumlah panitia khusus
yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi.
3. Fraksi yang
mendapatkan komposisi pimpinan panitia khusus mengajukan satu nama calon
pimpinan panitia khusus kepada Pimpinan DPRD untuk dipilih dalam rapat panitia khusus.
4. Pemilihan
pimpinan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam
rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPRD setelah penetapan susunan
dan keanggotaan panitia khusus.
5. Pimpinan
Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan
Pimpinan DPRD.
6. Penggantian
pimpinan panitia khusus dapat dilakukan oleh Fraksi yang besangkutan untuk
selanjutnya ditetapkan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh Pimpinan
DPRD
Pasal 56
yaitu
1. Panitia
khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang
ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan pertimbangan Badan Musyawarah.
2. Jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh badan Musyawarah
apabila panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya.
3. Panitia
khusus dibubarkan oleh DPRD setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau
karena tugasnya dinyatakan selesai.
Pasal 57
yaitu
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 ayat (1) panitia khusus dapat melakukan:
a. rapat kerja
dengan pejabat yang ditunjuk oleh Walikota
b. rapat dengar
pendapat umum atau dialog warga
c. mengadakan
konsultasi kepada Pemerintah menyangkut peraturan perundang-undangan maupun
kebijakan yang termasuk dalam ruang lingkup materi pembahasan rancangan
peraturan daerah
d. melakukan
kunjungan kerja ke DPRD dan/atau Pemerintah Daerah lainnya serta lembaga
terkait sesuai dengan materi pembahasan rancangan peraturan daerah
e. konsultasi
publik terhadap hasil pembahasan materi rancangan peraturan daerah atau
lainnya;dan
f. konsinyering/pembahasan
materi rancangan peraturan daerah atau lainnya secara intensif.
4.
Badan Anggaran
Sesuai
dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta Nomor 02 DPRD/Tahun
2009 Tentang Tata Tertib :
Pasal 47 yaitu
Badan Anggaran dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat
Kelengkapan DPRD yang bersifat tetap.
Pasal 48 yaitu
1. DPRD menetapkan susunan dan
keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan pada permulaan tahun siding.
2. Susunan dan keanggotaan Badan
Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur komisi dan unsur
fraksi.
Pasal 49 yaitu
1. Pimpinan Badan Anggaran merupakan
satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
2. Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas
1 (satu) orang ketua dan paling banyak 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih
dari dan oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan prinsip musyawarah untuk
mufakat dan proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan menurut
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
3. Pemilihan pimpinan Badan Anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan Anggaran
yang dipimpin oleh pimpinan DPRD setelah penetapan susunan dan keanggotaan
Badan Anggaran.
Pasal 50 yaitu
1. Badan Anggaran bertugas:
a. Membahas bersama Walikota yang
diwakili oleh SKPD untuk menentukan pokok-pokok kebijakan yang menyangkut
pendapatan dan belanja daerah secara umum serta prioritas anggaran untuk dijadikan
acuan bagi setiap SKPD dalam menyusun usulan anggaran
b. Menetapkan pendapatan daerah bersama
Walikota dengan mengacu pada usulan komisi terkait
c. Membahas rancangan peraturan daerah
tentang APBD bersama Walikota yang dapat diwakili oleh SKPD dengan mengacu pada
keputusan rapat kerja komisi dan Walikota mengenai alokasi anggaran untuk
fungsi, program, dan kegiatan SKPD
d. Melakukan sinkronisasi terhadap
hasil pembahasan di komisi mengenai rencana kerja dan anggaran SKPD
e. Membahas laporan realisasi dan prognosis
yang berkaitan dengan APBD
f. Membahas pokok-pokok penjelasan atas
rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan
g. Melakukan pembahasan laporan
keuangan Walikota dan pelaksanaan APBD termasuk hasil pemeriksaan BPK yang
berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Badan Anggaran dapat:
a. Mengadakan Rapat Kerja dengan
Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atau Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
b. Mengadakan konsultasi dengan Pemerintah
Daerah
c. Mengadakan Rapat Dengar Pendapat
Umum baik atas permintaan Badan Anggaran atau permintaan pihak lain, dan
konsultasi public
d. Mengadakan konsultasi kepada
Pemerintah menyangkut peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang
termasuk dalam ruang lingkup tugasnya
e. Melakukan kunjungan kerja ke DPRD
dan/atau Pemerintah Daerah lainnya serta lembaga terkait sesuai dengan ruang
lingkup ketugasannya
f. Mengadakan konsinyering guna
pembahasan KUA dan PPAS, serta penyusunan, perubahan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD
g. Membuat laporan kinerja dan
inventarisasi masalah di bidang anggaran pada akhir masa keanggotaan DPRD untuk
dapat digunakan oleh Badan Anggaran pada masa keanggotaan berikutnya; dan
h. Menyampaikan rencana kerja tahun
anggaran berikutnya kepada pimpinan DPRD untuk dibahas oleh Badan Musyawarah.
i.
Anggota
komisi dalam Badan Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) harus
mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasil
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada komisi.
Sesuai dengan Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta Nomor 02 /DPRD/Tahun 2009
Tentang Tata Tertib :
Pasal 54
yaitu
4. Panitia
Khusus dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat sementara.
5. Susunan dan
keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah
anggota tiap-tiap fraksi.
6. Jumlah
anggota panitia khusus ditetapkan dalam rapat paripurna.
Pasal 55
yaitu
1. Pimpinan
panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial.
2. Pimpinan
panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional memperhatikan jumlah panitia khusus
yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi.
3. Fraksi yang
mendapatkan komposisi pimpinan panitia khusus mengajukan satu nama calon
pimpinan panitia khusus kepada Pimpinan DPRD untuk dipilih dalam rapat panitia
khusus.
4. Pemilihan
pimpinan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam
rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPRD setelah penetapan susunan
dan keanggotaan panitia khusus.
5. Pimpinan
Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan
Pimpinan DPRD.
6. Penggantian
pimpinan panitia khusus dapat dilakukan oleh Fraksi yang besangkutan untuk
selanjutnya ditetapkan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh Pimpinan
DPRD
Pasal 56
yaitu
1. Panitia
khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang
ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan pertimbangan Badan Musyawarah.
2. Jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh badan Musyawarah
apabila panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya.
3. Panitia
khusus dibubarkan oleh DPRD setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau
karena tugasnya dinyatakan selesai.
Pasal 57
yaitu
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 ayat (1) panitia khusus dapat melakukan:
a. Rapat kerja
dengan pejabat yang ditunjuk oleh Walikota.
b. Rapat dengar
pendapat umum atau dialog warga
c. Mengadakan
konsultasi kepada Pemerintah menyangkut peraturan perundang-undangan maupun
kebijakan yang termasuk dalam ruang lingkup materi pembahasan rancangan
peraturan daerah
d. Melakukan
kunjungan kerja ke DPRD dan/atau Pemerintah Daerah lainnya serta lembaga
terkait sesuai dengan materi pembahasan rancangan peraturan daerah
e. Konsultasi
publik terhadap hasil pembahasan materi rancangan peraturan daerah atau
lainnya;dan
f. Konsinyering/pembahasan
materi rancangan peraturan daerah atau lainnya secara intensif.
A. Peran Ganda DPRD
Di lihat dari persepektif sejarah hukum, DPRD mempunyai
posisi yang cukup unik. Di satu sisi DPRD bersama-sama dengan Kepala Daerah
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan di sisi lain
sebagai badan perwakilan. Peran yang sudah sejak awal pemerintahan Republik ini dilekatkan pada DPRD, pada
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 agak bergeser. Undang-undang tersebut lebih menekankan pada peran DPRD sebagai
badan legislatif yang terpisah dari eksekutif.Namun demikian, Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 kembali mengembalikan posisi DPRD pada tradisi yang telah
lama dianut.
Sebagai unsur pemerintahan daerah
DPRD turut serta melahirkan kebijakan-kebijakan di daerahnya, terutama yang
dituangkan dalam Peraturan Daerah. Secara umum peran ini diwujudkan dalam tiga
fungsi, yaitu:
1.
Regulator.
Mengatur seluruh kepentingan daerah, baik yang termasuk urusan-urusan rumah tangga daerah
(otonomi) maupun urusan-urusan pemerintah pusat yang diserahkan pelaksanannya
ke daerah (tugas pembantuan);
2. Policy Making.
Merumuskan kebijakan pembangunan dan perencanaan program-program pembangunan di daerahnya;
Merumuskan kebijakan pembangunan dan perencanaan program-program pembangunan di daerahnya;
3. Budgeting.
Perencanaan angaran daerah (APBD)
Dalam perannya sebagai badan
perwakilan, DPRD menempatkan diri selaku kekuasaan penyeimbang (balanced
power) yang mengimbangi dan melakukan kontrol efektif terhadap Kepala
Daerah dan seluruh jajaran pemerintah daerah. Peran ini diwujudkan dalam
fungsi-fungsi berikut:
a. Representation.
Mengartikulasikan keprihatinan,
tuntutan, harapan dan melindungi kepentingan rakyat ketika kebijakan dibuat, sehingga DPRD senantiasa berbicara “atas nama rakyat”;
b. Advokasi.
Anggregasi aspirasi yang komprehensif dan memperjuangkannya melalui negosiasi kompleks dan sering alot, serta tawar-menawar
politik yang sangat kuat. Hal ini wajar mengingat aspirasi masyarakat
mengandung banyak kepentingan atau tuntutan yang terkadang berbenturan satu
sama lain. Tawar menawar politik
dimaksudkan untuk mencapai titik temu dari berbagai kepentingan tersebut.
c. Administrative oversight.
Menilai atau menguji dan bila perlu
berusaha mengubah tindakan-tindakan dari badan eksekutif.Berdasarkan fungsi ini
adalah tidak dibenarkan apabila DPRD bersikap
“lepas tangan” terhadap kebijakan pemerintah daerah yang bermasalah atau dipersoalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kalimat naif, “Itu
bukan wewenang kami”, seperti yang kerap terjadi dalam praktek.
Dalam kasus seperti ini, DPRD dapat memanggil dan meminta keterangan, melakukan angket dan interpelasi,
bahkan pada akhirnya dapat meminta pertanggung jawaban Kepala Daerah.
C.
Fungsi DPRD
Lebih
khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU Susduk dan UU
Pemerintahan Daerah), implementasi kedua peran DPRD tersebut lebih
disederhanakan perwujudannya ke dalam tiga fungsi, yaitu :
•
Fungsi legislasi
•
Fungsi anggaran; dan
•
Fungsi pengawasan
Pelaksanaan ketiga fungsi tersebut
secara ideal diharapkan dapat
melahirkanoutput, sebagai
berikut:
1. PERDA-PERDA yang aspiratif dan responsif. Dalam
arti PERDA-PERDA yang dibuat telah mengakomodasi tuntutan, kebutuhan dan
harapan rakyat.Hal itu tidak mungkin terwujud apabila mekanisme penyusunan
Peraturan Daerah bersifat ekslusif dan tertutup.Untuk itu mekanisme penyusunan
PERDA yang dituangkan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD harus dibuat sedemikian
rupa agar mampu menampung aspirasi rakyat secara optimal.
2. Anggaran belanja daerah (APBD) yang efektif dan
efisien, serta terdapat kesesuaian yang logis antara kondisi kemampuan keuangan
daerah dengan keluaran (output) kinerja pelayanan masyarakat.
3. Terdapatnya suasana
pemerintahan daerah yang transparan dan akuntabilitas, baik dalam proses pemerintahan maupun dalam
penganggaran.
Untuk
melaksanaan ketiga fungsi yang ideal tersebut, DPRD dilengkapi dengan modal
dasar yang cukup besar dan kuat, yaitu tugas dan wewenang, alat-alat
kelengkapan DPRD, Hak-hak DPRD/anggota, dan anggaran DPRD yang mandiri.
D.Tugas dan wewenang
Wewenang
adalah kekuasaan yang diberikan oleh peraturan hukum, yang diperlukan untuk
menjalankan tugas tertentu. Tugas tanpa wewenang akan mandul, dan wewenang
tanpa tugas adalah kesewenang-wenangan. Untuk
itu wewenang senantiasa memiliki batas, yaitu:
• Secara limitatif/enumeratif ditetapkan dalam
Peraturan perundang-undangan (termasuk asas-asas umum pemerintahan yang layak algemene
beginselen van behoorlijk bestuur).
• Batas waktu tertentu (masa jabatan)
• Moral (political ethic/political
morality/conventions)
Terdapat
2 (dua) dimensi koridor dalam pelaksanaan wewenang, yaitu yang pertama, isi
wewenang (material), dan kedua, prosedur pelaksanaan wewenang (formal). Koridor
isi wewenang adalah antara Undang-undang di satu sisi dan hak asasi di lain
sisi. Kedua hal tersebut tidak boleh terlanggar dalam suasana apapun. Jika korodor isi wewenang tersebut
terlanggar dalam rangka menjalankan tugas yang diemban, maka secara hukum termasuk
kedalam kategori “melampaui wewenang” (abuse de droid), tetapi jika
pelanggaran batas wewenang tersebut sekaligus menyalahi
tugas yang ditetapkan, disebut dengan “penyalahgunaan
wewenang” atau “sewenang-wenang” (willekeurig)
Konsekuensi wewenang
Pada pejabat yang berwenang senantiasa melekat tanggung jawab karena tidak ada wewenang yang tidak disertai tanggung jawab. DPRD sebagai sebuah jabatan
yang diisi oleh sekumpulan pejabat (jabatan kolektif) tentunya tidak terlepas
dari tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Terdapat beberapa
bentuk tanggung jawab jabatan DPRD, yaitu:
1. Tanggung jawab secara politik diberikan setiap
anggota DPRD kepada konstituennya serta Partai Politik yang mengusungnya;
2.
Tanggung jawab moral kepada masyarakat; dan
3.
Tanggung jawab hukum, baik Pidana dan Perdata maupun administrasi.
E. Hak DPRD
DPRD
sebagai sebuah institusi memiliki beberapa hak yang sangat strategis untuk
menunjang pelaksanaan peran dan fungsinya. Hak-hak tersebut adalah:
1. Hak Interpelasi,
yaitu meminta keterangan kepada
Kepala Daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis.
Persoalan yang penting saja tidak cukup dijadikan dasar untuk menggunakan hak interpelasi, melainkan harus juga bersifat strategis. Sayangnya,
Undang-undang tidak memberikan penjelasan yang cukup mengenai criteria “penting
dan strategis”. Dalam kondisi ini maka yang menetapkan kriteria penting dan
strategis adalah DPRD sendiri. Undang-undang memang menyerahkan pelaksanaan hak
interpelasi itu diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Di sanalah seharusnya
dapat ditemukan criteria “penting dan strategis” tersebut.
2. Hak Angket,
Penyelidikan terhadap kebijakan tertentu
Kepala Daerah yang penting dan strategis
yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
kesusilaan dan kepatutan. Hak ini dapat dijalankan setelah pelaksanaan hak interpelasi terlebih dahulu atau
secara secara bersamaan (simultan). Pada umumnya
Peraturan Tata Tertib DPRD menempatkan
penggunaan hak angket setelah terlebih dahulu melaksanakan hak interpelasi.
Jika dalam pelaksanaan hak interpelasi, keterangan Kepala Daerah dianggap tidak
benar atau meragukan, DPRD dapat melakukan penyedikan untuk menemukan fakta
yang sebenarnya, terkait dengan proses pembentukannya serta dampak
kebijakan yang melawan hukum. Termasuk
adanya unsur kolusi, korupsi dan
nepotisme. Teknis pelaksanaan hak Angket itu biasanya dengan membentuk “Panitia
Angket”, yang bekerja dalam waktu lebih kurang 60 hari.
3. Hak menyatakan pendapat,
yaitu berupa pernyataan sikap atas
kebijakan tertentu Kepala Daerah atau kejadian luar biasa disertai rekomendasi penyelesaiannya.Hak ini
merupakan administrative oversight. Dalam arti dapat mengubah kebijakan
Kepala daerah kearah yang diinginkan DPRD.Pendapat yang dimaksud merupakan
“sikap politik resmi” dari lembaga DPRD, yang dapat memuat kritik, koreksi dan
rekomendasi yang harus diperhatikan secara sunguh-sungguh oleh Kepala Daerah.Misalnya,
dalam kasus TPA Leuwigajah.
4. Hak Anggota
Kinerja peran dan fungsi DPRD pada
realitasnya ditentukan oleh kapasitas dan integritas anggotanya, Untuk itu
undang-undang memberikan jaminan hak-hak tertentu kepada anggota DPRD agar
mereka dapat menjalankan Peranan dan Fungsi lembaga secara efektif.Hak-hak anggota
DPRD dapat dikategorikan menjadi hak-hak
yang bersifat internal, dalam
arti hanya berlaku ke dalam lembaga DPRD, serta hak-hak yang bersifat
eksternal.
a. Internal:
• Mengajukan
RAPERDA;
Pada prinsipnya setiap anggota DPRD, komisi, komisi
gabungan atau alat kelengkapan DPRD berhak mengajukan
Rancangan Peraturan Daerah. Tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Tata Tertib. Dalam praktek
justru Peraturan Tata Tertib cenderung mempersulit pelaksanaan hak ini, dengan
mensyaratkan keterlibatan lebih dari satu orang atau lebih dari satu fraksi.
• Mengajukan
pertanyaan;
• Menyampaikan
usul dan pendapat;
Dalam praktek, hak mengajukan pertanyaan lebih
sering digunakan daripada hak menyampaikan usul dan pendapat. Sebab yang
terakhir memerlukan proses bernalar objektif, sementara yang sering muncul
dalam rapat-rapat DPRD adalah intrupsi-intrupsi berisi pertanyaan yang
terkadang tidak perlu.
• Memilih
dan dipilih;
Setiap anggota berhak memilih dan dipilih menjadi Pimpinan DPRD, Pimpinan Komisi,
dan alat-alat kelengkapan lainnya secara terbuka dan demokratis.
• Membela
diri;
Anggota
DPRD yang dituduh melanggar
Kode Etik harus diberikan kesempatan
untuk membela diri dihadapan Badan Kehormatan,sebelum sanksi atau tindakan-tindakan lain dijatuhkan terhadapnya.
Namun demikian, jika kesempatan membela
diri itu telah diberikan, tetapi anggota
yang bersangkutan mengabaikannya,
Badan Kehormatan dapat mengambil
keputusan.
• Keuangan
dan administratif; Setiap anggota DPRD berhak memperoleh penghasilan dan tunjangan lainnya, sesuai dengan kemampuan keuangan daerah
masing-masing.
b. Eksternal:
• Hak
immunitas;
Setiap anggota DPRD memiliki hak
Imunitas, dalam arti tidak dapat dituntut secara hukum atas pernyataan dan
tindakan yang diambil dalam kapasitas sebagai anggota
DPRD. Setiap ucapan, pernyataan, pertanyaan dan pendapat yang disampaikan dalam
rapat-rapat resmi DPRD tidak dapat dituntut secara hukum, namun hal itu tidak
melepaskannya dari “Kode Etik” yang ditetapkan dalam Peraturan Tata Tertib, serta yang pernyataan bersifat mengumunkan rahasia negara.
• Hak
Protokuler;
Setiap anggota DPRD memiliki hak
diperlakukan prosedur khusus dalam pemeriksaan perkara yang melibatkan dirinya. Tindakan penyidikan terhadap anggota
DPRD dilaksanakan setelah ada persetujuan tertulis dari Gubernur (untuk anggota
DPRD Kabupaten/ Kota) dan Mendagri atas nama Presiden (untuk anggota DPRD
Provinsi). Hak protokuler itu tidak berlaku jika anggota DPRD tersebut
tertangkap tangan, atau tindak pidana korupsi, makar dan terorisme.
6. Kewajiban Anggota DPRD
Pasal 45 Undang-undang No.32 Tahun
2003 Tentang Pemerintahan Daerah, telah merinci secara enumerative kewajiban anggota
DPRD. Jika dicermati kewajiban tersebut dapat dikategorikan menjadi kewajiban yang bersifat subjektif
dan kewajiban objektif. Disebut kewajiban subyektif karena kriteria untuk
mengukur pemenuhan atas kewajiban tersebut sulit ditentukan, seperti :
a. Mengamalkan
Pancasila;
b. melaksanakan
kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah;
c. memperjuangkan
peningkatan kesejahteraan rakyat;
d. menyerap,
menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat;
e. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan;
Terhadap
pengabaian atau pelanggaran atas kewajiban-kewajiban tersebut di atas tidak
terdapat sanksi hukum, melainkan lebih bersifat sanksi politik dan moral.
Kepatuhan terhadap kewajiban-kewajiban subjkektif tersebut sangat tergantung
pada tingkat kesadaran dan budaya politik di daerah bersangkutan.
Praktek di negara-negara maju,
seperti di Inggris, politisi dan legislator lebih takut pada pada sanksi sosial
(political etic) ketimbang sanksi hukum. Pelanggaran terhadap hukum masih terlindungi oleh asas
“praduga tidak bersalah” dan proses pembuktian di pengadilan sangat tergantung
pada kemahiran penasehat hukumnya, tetapi jika mereka melanggar moral politik, dapat
dipastikan karier politiknya tamat. Sementara terhadap kewajiban-kewajiban
objektif, terdapat mekanisme untuk menegakkannya, seperti:
a. Menaati
Peraturan Tata Tertib. Kode Etik, dan
sumpah/janji anggota DPRD, dapat
ditegakkan oleh Badan Kehormatan DPRD ;
b. Menaati
UUD 45 dan segala peraturan perundang-undangan;
c. Mempertahankan
dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan NKRI; dapat ditegakkan melalui
instrumen penegakan hukum yang
ada. (kepolisian, kejaksaan dan KPK)
7. Instrumen Penunjang Peran dan
Fungsi DPRD
Untuk menjalankan peran dan
fungsinya tersebut DPRD memerlukan beberapa instumen penunjang, seperti:
a. Adanya
sarana dan prasarana berupa
tempat untuk menyelenggara pertemuan dan rapat-rapat, mulai dari yang sederhana
sampai dengan yang canggih sesuai dengan kemampuan daerah ;
b. Adanya
anggaran yang memungkinkan untuk pelaksanaan tugas, termasuk akomodasi dan tranportasi untuk tugas-tugas
luar;
c. Adanya
prosedur dan mekanisme kerja baik yang
bersifat internal (Paripurna, komisi, pansus, dan alat kelengkapan lain),
maupun dalam rangka bermitra dengan pemerintah
daerah. Prosedur dan mekanisme ini biasanya ditetapkan dalam Peraturan Tata Tertib
d. Adanya
perencanaan kerja DPRD untuk satu tahun
anggaran, yang ditetapkan oleh Pimpinan
DPRD ;
e. Adanya
evaluasi kinerja (anggota) DPRD, yaitu perbandingan antara rencana kerja dengan
realisasi, serta kesebandingan dengan anggaran yang digunakan.
8. Anggaran Belanja DPRD
Belanja
DPRD merupakan salah satu Pos dalam APBD
yang dipisahkan khusus untuk DPRD, yang meliputi:
a. Belanja Pimpinan &anggota;
1. Penghasilan
2. Tunjangan kesejahteraan
3. Uang jasa pengabdian
Standar besaran komponen belanja
tersebut di atas ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Keputusan Kepala
daerah itu harus berpedoman pada :
1. Peraturan perundang-undangan
2. Kepatutan/kepantasan
3. Kemampuan keuangan daerah
b. Belanja Penunjang Pimpinan
Belanja
penunjang Pimpinan disusun berdasarkan
Rencana Kerja yang ditetapkan Pimpinan DPRD.Konsekuensinya, tanpa adanya
Rencana Kerja maka tidak ada Belanja Penunjang Pimpinan.Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa undang-undang telah mengatur sedemikian rupa
kemandirian DPRD untuk mengelola anggaran belanjanya.
Hal yang perlu dicatat bahwa APBD
harus diperioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, seperti pelayanan dasar,
pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Hal lain bahwa dengan
anggaran belanja yang mandiri, DPRD harus bertanggungjawab soal penggunaannya
sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sejalan dengan asas akuntabilitas, maka
penggunaan uang rakyat harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat
secara transparan. Pertanggungjawaban tersebut berupa pertanggungjawaban:
• Secara
politik dengan kinerja (anggota) DPRD yang optimal;
• Secara hukum harus sesuai dengan prosedur dan
mekanisme keuangan daerah;
• Secara
moral dengan sikap, perilaku dan gaya hidup anggota DPRD (livestyle)
Hubungan
antara pemerintah dan DPRD seyogyanya merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat
kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintah
daerah memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya
tidak saling membawahi. Hal ini
dapat dicerminkan dalam membuat
kebijakan daerah berupa peraturan daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa
antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat
kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi
masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja
yang sifatnya saling mendukung (sinergi)
bukan merupakan lawan ataupun
pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing
-masing.
Namun
dalam kenyataan sinargisme tersebut belum dapat berjalan secara optimal.
Kesetaraan hubungan tersebut sering kali dimaknai lain, yang mengurangi fungsi
dan kewenangan dewan. Sebagai contoh masih banyaknya produk peraturan-peraturan
daerah yang merupakan inisiatif dari pemerintah daerah, bukan dari DPRD,
padahal jika kita merujuk pada Pasal 95 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 2004 dengan tegas dinyatakan bahwa “DPRD memegangn kekuasaan membentuk
Peraturan Daerah”. Ini artinya bahwa Universitas Sumatera Utara“Leading sector”
pembentukan Perda seharusnya ada ditangan DPRD. Belum lagi yang berkaitan
dengan “bargaining position” dalam pembahasan APBD, DPRD masih dalam posisi
yang lemah. Bagaimana tidak, draft Perda APBD tersebut biasanya masuk ke Dewan
dalam jangka waktu yang sangat pendek, sehingga sangat sulit bagi Dewan untuk
secara teliti mengkaji substansi dari draft tersebut.
Selain
kedua contoh diatas, jika kita lihat dari aspek penganggaran yang dimiliki
Dewan masih sangat timpang dibandingkan dengan penganggaran yang ada di
Pemerintah Daerah. Dewan tidak mempunyai otonomisasi anggaran yang dapat mendukung
fungsi dan kinerja nya secara optimal, sehingga tidak aneh jika seringkali
muncul “rumor” bahwa DPRD hanya sebagai “rubber stamp” yang meligitimasi semua
kebijakan pemerintah. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewanangan mengurus dan mengatur
semua urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah.
Daerah
memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan
peran serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan rakyat.Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan
pula prisip otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah sua tu prinsip bahwa utnuk
menangani urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan
kewajiban senyatanya telah ada dan berpotensi utnuk tumbuh hidup dan berkembang
sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Dengan
demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan yang
lainnya. Universitas Sumatera Utara Adapun yang dimaksud dengan
otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang penyelenggaraannya harus
benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya
utnuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang
merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu
penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi
yang tumbuh dalam masyarakat.
Kepentingan
dan aspirasi masyarakat tersebut harus dapat ditangkap oleh pemerintah daerah
maupun Dewan Perwakilanm Rakyat Daerah. Sebagai reppresentasi perwakilan rakyat
dalam struktur kelembagaan pemerintahan daerah yabng menjalankan fungsi
pemerintahan yang bertujuan sebagaimana yang disebutkan diatas. Pemerintah
Daerah menjalankan fungsi pemerintahan dan DPRD menjalankan fungsi legislasi,
fungsi penganggaran (budgeting) dan fungsi pengawasan.Dalam fungsi peraturan
DPRD diberi kewenangan untuk membuat Peraturan Daerah dalam pelaksanaannya
fungsi ini dapat digunakan melalui hak inisitif /
hak prakarsa dan hak amandemen / hak
perubahan. Dengan dijalankannya fungsi maka kebijakan -kebijakan pemerintah didaerah
lebih mencerminkan kehendak rakyat. Fungsi dan tugas dan kewenangan Peraturan
Daerah (Perda) belum dioptimalkan sesuai dengan tugas dan kewenangan DPRD
bersama dengan Kepala Daerah (Eksekutif) membentuk Perda.
Peningkatan
kemampuan DPRD dalam merumuskan Perda ini menjadi penting karena selama ini
DPRD dianggap Universitas Sumatera Utara sebagai lembaga yang
hanya melegalisir keinginan pihak eksekutif. Hal ini akibat dari UU No. 5/1974
tentang Pemerintahan daerah, bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah
(Eksekutif) dan DPRD (Legislatif) sedangkan berdasarkan UU No. 22/1999 DPRD
sebagai Bdan legislative Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif
Daerah bekedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah dan bersama
Permasalahan
Undang Undang MD3
Memang,
ada dua undang-undang (UU) yang mengatur tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(“DPRD”), yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU 17/2014”) serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”). Ada menyebut istilah lex specialis.
Lex specialis derogate legi generalis adalah salah satu asas hukum yang
mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum
yang umum.
Sebagaimana
yang pernah dijelaskan dalam teori Mengenai Asas Lex Specialis Derogat
Legi Generalis, menurut BagirManan dalam bukunya yang berjudul HukumPositif Indonesia
(hal. 56), sebagaimana dikutip dari artikel yang ditulis A.A.Oka Mahendra berjudul Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan
dalam asas lex specialis derogate legi generalis,yaitu:
1.
Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku,
kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;
2.
Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan ketentuan
lex generalis (undang-undang dengan undang-undang);
3.
Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum
(rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan.
Mengacu
pada poin-poin di atas, khususnya poin ke-dua, ini artinya, jika memang undang-undang
yang mengatur DPRD itu terdapat dalam UU 17/2014 dan UU 23/2014, maka salah satu
undang-undang tersebut merupakan lex specialis dari undang-undang lainnya.
Berdasarkan analisa, focus aturan dalam tentang DPRD dalam
UU 17/2014 lebih kepada aturan secara umum tentang DPRD yang meliputi:
pembagian DPRD yang terdiri dari DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota; susunan
dan kedudukan DPRD; wewenang dan tugas DPRD; hak-hak dan kewajiban-kewajiban
DPRD; persidangan dan pengambilan keputusan DPRD; tata tertib dan kode etik
DPRD; larangan bagi DPRD; pemberhentian DPRD, dan sebagainya.
Misalnya tugas DPRD bersama pemerintah
dan unsure masyarakat daerah rapat dengan anggota DPD yang melakukanantara lain
tugas pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah (Pasal
249 ayat (2) UU 17/2014).
Sedangkan, fokus UU 23/2014
lebihkepadatugas DPRD dalam pemberian persetujuan dalam suatu rapat yang
membahas tentang pemerintahan daerah.Ini artinya, dalam UU 23/2014 lebih khusus
lagi membahas tentang bagaimana peran DPRD dalam pemerintahan daerah.Misalnya antara
lain:
a. Memberikan persetujuan
bersama dengan gubernur pemenuhan persyaratan administrative bagi pembentukan daerah
persiapan (Pasal 37 UU 23/2014)
b. Mengumumkan pemberhentian
kepala daerah dan / atau wakil kepala daerah dalam rapat paripurna (Pasal 79
ayat (1) UU 23/2014)
c. Menyampaikan usul
kepada Presiden untuk pemberhentian gubernur dan / atau wakil gubernur dan kepada
Menteri untuk pemberhentian bupati dan / atau wakil bupati atau walikota dan / atau
wakil walikota (Pasal 80 ayat (1) huruf d UU 23/2014)
Meski
ada beberapa pengaturan yang sama dalam UU 17/2014 dan UU 23/2014 seperti antara
lain fungsi dan tugas DPRD, namun berdasarkan penelusuran , UU 23/2014 lebih menjabarkan
lebih lanjut mengenai apa saja fungsi-fungsi itu secara detail. Sebagai contoh,
UU 17/2014 hanya menyebutkan fungsi DPRD yang terdiri dari fungsi legislasi
(fungsi pembentukan perda), anggaran, dan pengawasan seperti yang disebut dalamPasal
316 ayat (1) UU 17/2014. Akan tetapi, UU 23/2014 menguraikan lebih lengkap apa
saja yang dimaksud dengan ketiga fungsi di atas, yakni:
a.
FungsipembentukanPerdaProvinsidilaksanakandengancara (Pasal 97 UU 23/2014):
1) membahas bersama gubernur
dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda Provinsi;
2) mengajukan usul
rancangan Perda Provinsi; dan
3) menyusun
program pembentukan Perda bersama gubernur.
b.
Fungsianggarandilaksanakandengancara (Pasal 99 ayat (2) UU 23/2014):
1) membahas KUA
(Kebijakan Umum APBD) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) yang
disusun oleh gubernur berdasarkan RKPD;
2) membahas rancangan
Perda Provinsi tentang APBD provinsi;
3) membahas rancangan
Perda Provinsi tentang perubahan APBD provinsi; dan
4) membahas rancangan
Perda Provinsi tentang Pertanggungjawaban APBD provinsi.
c.
Fungsipengawasandiwujudkandalambentukpengawasanterhadap: (Pasal 100 ayat (1)
UU 23/2014):
1) pelaksanaan Perda
provinsi dan peraturan gubernur;
2) pelaksanaan peraturan
perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
provinsi; dan
3) pelaksanaan tindak
lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Dengan
demikian, dari yang diuraikan di atas, maka kami menyimpulkan bahwa UU 23/2017
merupakan lex specialis dari UU 17/2014 karena beberapa pengaturan dalam
UU 17/2014 diatur lebih khusus lagioleh UU 23/2014.
Ramli Ardi Yahya
@ramliardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar