Pelajar Jaya ! Indonesia Jaya!

Pelajar Jaya ! Indonesia Jaya!

Kamis, 30 Oktober 2014

Deelneming (Penyertaan)




A.    Pengertian Penyertaan (Deelneming)

Kata Deelneming berasal dari kata deelnemen (Belanda) yang diterjemahkan dengan kata menyertai, dan deelneming diartikan menjadi penyertaan. Sedangkan pengertian dari deelneming itu sendiri adalah suatu delik yang dilakukan lebih dari satu orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Deelneming dapat diartikan sebagai terwujudnya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, yang mana antara orang yang satu dengan yang lainnya terdapat hubungan sikap batin dan/atau perbuatan yang sangat erat terhadap terwujudnya tindak pidana tersebut.
Penyertaan di atur dalam pasal 55 dan pasal 56 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana dapat di sebutkan bahwa seseorang tersebut turut serta dalam hubungannya dengan orang lain.
Ada beberapa pengertian deelneming menurut para ahli :
  • Prof.Satochid Kartanegara mengartikan Deelneming apabila dalam satu delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang.
  • Menurut doktrin, Deelneming menurut sifatnya terdiri atas:
a.    Deelneming yang berdiri sendiri,yakni pertanggung jawaban dari setiap peserta dihargai sendiri-sendiri.
b.    Deelneming yang tidak berdiri sendiri,yakni pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantunggkan dari perbuatan peserta yang lain.
  • Menurut Chajawi deelneming adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta/terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun fisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana. Orang-orang yang terlibat dalam mewujudkan tindak pidana, perbuatan masing-masing dari mereka berbeda satu dengan yang lain demikian juga bisa tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap tindak pidana maupun terhadap peserta yang lain, demikian juga bisa tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap tindak pidana maupun terhadap peserta yang lain. Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing itu terjalinlah suatu hubungan yang sedemikian rupa eratnya, dimana perbuatan yang satu menunjang perbuatan yang lainnya, yang kesemuanya mengarah pada satu ialah terwujudnya tindak pidana.
B.     Dasar Hukum dalam Penyertaan (Deelneming)
Penyertaan (Deelneming) diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP.
Pasal 55 berbunyi:
Ø  Dipidana sebagai pembuat tindak pidana:
1.      mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan, dan yang turut serta melakukan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan, yang sengaja diajurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 KUHP berbunyi:
Ø  Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1.      mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan yang dilakukan;
2.      mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Dari kedua pasal tersebut (Pasal 55 dan 56) tersebut, dapat diketahui bahwa menurut KUHP penyertaan itu dibedakan dalam 2 kelompok.
1. pertama adalah kelompok yang disebut sebagai para pembuat (mededaer), (Pasal 55 KUHP) yaitu:
a. yang melakukan (plegen) orangnya (pleger)
b. yang menyuruh melakukan (doen plegen) orangnya (doen pleger)
c. yang turut serta melakukan (mede plegen) orangnya (mede pleger)
d. yang menganjurkan (uitlokken) orangnya (uitlokker).
2. kedua, yaitu orang yang disebut sebagai pembuat pembatu (medeplichtige) (Pasal 56 KUHP), yakni:
a. pemberian bantuan pada saat pelaksanaan kejahatan; dan
b. pemberian bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan.
C.       Peran – Peran Pelaku dalam Penyertaan (Deelneming)
Berdasarkan rumusan kedua pasal di atas (pasal 55 dan 56 KUHP), maka terdapat 5 peranan pelaku tindak pidana dalam hukum pidana, yaitu :
a.      Pleger atau Dader (orang yang melakukan)
Pleger adalah pelaku tindak pidana yang melakukan perbuatannya sendiri, baik memakai alat maupun dengan tidak memakai alat. Dengan kata lain Pleger adalah mereka yang secara keseluruhan memenuhi unsur perumusan delik pidana dan yang dipandang paling bertanggungjawab atas kejahatannya.
b.      Doen Pleger (orang yang menyuruh melakukan)
Doenpleger adalah orang yang membuat sedemikian rupa sehingga orang lain melakukan pebuatan yang mewujudkan delik yang tidak dapat dipidana karena tidak bersalah, sehingga dapat dikatakan dalam doenplegen setidaknya ada 2 orang pihak yang terlibat, yaitu pembuat langsung (manus ministra) dan pembuat tidak langsung (manus domina).  Sesungguhnya orang yang melakukan tindak pidana langsung adalah orang yang disuruh melakukan (manus ministra), tetapi yang paling bertanggung jawab adalah orang yang menyuruh melakukan (manus domina) karena dia yang menyebabkan orang lain melakukan tindak pidana. Dalam hal ini manus ministra tidak dapat dipersalahkan atau dipertanggungjawabkan. Orang yang disuruh (manus ministra) mempunyai “dasar-dasar yang menghilangkan sifat pidana” sebagaimana diatur dalam Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 KUH Pidana.
Contoh keadaan-keadaan yang membuat orang yang disuruh melakukan tidak dapat dijatuhi pidana karena ada alasan penghapus kesalahan:
1.      Orang yang disuruh adalah orang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena Pasal 44 KUHP.
2.      Orang yang disuruh berada dalam keadaan daya paksa (overmacht).
3.      Orang yang disuruh melakukan perintah jabatan yang tidak sah tapi dengan itikad baik ia mengira bahwa perintah itu sah.
Contoh keadaan dimana Orang tsb sama sekali tidak melakukan tindak pidana atau perbuatan yang dilakukan tidak dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana:
1.      Seorang juru rawat yang sama sekali tidak mengetahui bahwa obat yang diberikan pada pasien atas perintah seorang dokter adalah  obat yang mengandung racun.
2.      A meminta B untuk menukarkan uang palsu; sedangkan B tidak tahu bahwa uang itu palsu.
c.       Medepleger atau Mededader (orang yang turut melakukan)
Medepleger adalah orang yang terlibat langsung turut berbuat bersama pelaku dalam melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, kualitas dari masing-masing tindak pidana adalah sama. Syarat adanya medepleger, yaitu pertama adanya kerjasama secara sadar dilakukan dengan sengaja dan ditujukan kepada hal-hal yang dilarang Undang-undang. Kedua ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik.
d.      Uitlokker (orang yang membujuk melakukan)
Uitlokker adalah setiap orang yang menggerakkan atau membujuk orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana. Istilah "menggerakkan" atau "membujuk" ruang lingkup pengertiannya sudah dibatasi oleh Pasal 55 ayat (1) bagian 1 KUH Pidana yaitu dengan cara memberikan atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, memberi kesempatan, sarana dan keterangan. Berbeda dengan "orang yang disuruh melakukan", "orang yang dibujuk tetap" dapat dihukum, karena dia masih tetap mempunyai kesempatan untuk menghindari perbuatan yang dibujukkan kepadanya. Tanggung jawab orang yang membujuk (uitlokker) hanya terbatas pada tindakan dan akibat-akibat dari perbuatan yang dibujuknya, selebih tanggung jawab yang dibujuk sendiri.
e.       Medeplichtige (orang yang membantu melakukan)
Membantu melakukan kejahatan diatur dalam Pasal 56 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Sebagai pembantu melakukan kejahatan dihukum:
1. Mereka yang dengan sengaja membantu saat kejahatan itu dilakukan.
2. Mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.”
Dalam memahami pasal 56 KUHP, perlu diperhatikan terlebih dahulu rumusan pasal 57 ayat (4) KUHP yang berbunyi: “Untuk menentukan hukuman bagi pembantu, hanya diperhatikan perbuatan yang dengan sengaja memudahkan atau diperlancar oleh pembantu itu serta akibatnya.”
               
 “....suatu bantuan yang tidak berarti tidak dapat dipandang sebagai bantuan yang dapat dihukum.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimuat arti kata “membantu”, yaitu:
1. Tolong.....,
2. Penolong...., membantu, memberi songkongan.
            Dengan demikian, perbuatan membantu tersebut sifatnya menolong atau memberi sokongan. Dalam hal ini, tidak boleh merupakan perbuatan pelaksana. Jika telah melakukan perbuatan pelaksanaan, pelaku sudah termasuk mededader, bukan lagi membantu.

D.    Contoh Kasus dan Kronologi Pembunuhan Ade Sara
Kasus tewasnya Ade Sara Angelina Suroto menjadi sorotan lantaran tewas secara mengenaskan di tangan Hafiz, mantan pacarnya. Hafiz membunuh tidak sendiri, ia dibantu pacar barunya, Assyifa. Atas nama dendam dan cemburu, dua sejoli tersebut pun membuat skenario jahat untuk menghabisi nyawa Ade Sara.
Berikut kronologi pertemuan Ade Sara dengan kedua pelaku hingga akhirnya tewas :
- Senin, 3 Maret 2014
Sekitar pukul 17.30 WIB, sesuai perjanjian, korban bertemu dengan Assyifa di Stasiun Gondangdia. Saat itu korban seharusnya ada jadwal mengikuti les bahasa Jerman yang rutin ia lakukan. Di sinilah, korban sesuai dengan rencana pelaku bertemu dengan tersangka Hafiz. Kedua pelaku pun mengantar ke tempat les korban di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menuturkan terdapat sandiwara yang dilakoni kedua pelaku. "Ada sandiwara, mereka (kedua pelaku) bertengkar," tuturnya.
Saat Ade Sara turun dari mobil Hafiz untuk ikut les, rupanya Assyifa pun juga ikut turun. Kemudian, Hafiz mengajak Assyifa masuk ke dalam mobil. Assyifa tak ingin masuk ke dalam mobil, jika Ade Sara juga tak masuk. "Padahal itu jebakan. Melihat keduanya bertengkar, Sara pun tergerak," tambah Rikwanto.
Tak berapa lama, keduanya pun melakukan penganiayaan terhadap Ade Sara. Kanit V Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Antonius Agus menjelaskan, pada awalnya Ade Sara dipaksa untuk menanggalkan seluruh pakaiannya. Saat hendak dibuka oleh Assyifa, korban menolak dan memilih untuk membuka sendiri pakaiannya.

"Disuruh buka baju biar enggak kabur. Kan malu tuh kalau kabur keluar mobil enggak pakai baju," jelas Agus.
Lantaran sempat mendapat penolakan dari Ade Sara, keduanya pun naik pitam. ''Hafiz sempat menendang leher korban dengan kaki kiri, memukul dan menyetrum lagi. Assyifa juga memberikan beberapa pukulan lagi,'' jelas Agus.
Keduanya langsung melanjutkan perjalanan sambil membungkam korban dengan tisu dan kertas koran.


- Pukul 21.25 WIB
Assyifa memegang dada korban dan mendapati Ade Sara sudah tewas. Mobil Hafiz sempat mogok tiga kali. 

- Selasa, 4 Maret 2014
Sekitar pukul 02.00 WIB, saat melintas di Kemayoran, mobil pelaku kembali mogok. "Tersangka minta bantuan ke temannya untuk membetulkan aki," ucap Agus.
Sedangkan Assyifa memakaikan kembali pakaian Ade Sara. Di sinilah Hafiz memberitahukan kepada temannya yang datang bahwa ia membawa mayat. Temannya menganggap Hafiz bercanda dan selanjutnya meninggalkan Hafiz ketika akinya sudah berfungsi.
Sekitar pukul 21.00 WIB, kedua pelaku pun membuang jenazah Ade Sara di pinggiran Tol Bintara, Bekasi.

- Rabu, 5 Maret 2014
Sekitar pukul 04.00 WIB jenazah korban ditemukan petugas.
Berikut urutan perjalanan Hafiz Assyifa bersama korban: Gondangdia - Menteng (korban bertemu dengan kedua pelaku) - Tamini - Cawang - Pramuka (diduga terjadi penganiayaan) - Kemayoran (korban sudah meninggal dalam keadaan telanjang) - Utan Panjang - ITC Cempaka Mas -Salemba - Bintara (korban dibuang) - Pulau Gebang.
E.     Analisis Kasus Ade Sara
Kasus ini bila dikaitkan dengan penyertaan termasuk kedalam deelneming pleger, medepleger dan uitlokker, karena dalam melakukan tindakan pidana si pelaku melakukan tindakan pidana secara kerjasama dan pelaku yang satu selain turut serta melakukan tindakan pembunuhan tersebut, juga sebagai pembujuk dalam rencana pembunuhan itu. Di dalam kasus ini kedua pelaku dapat dijerat pasal 338 tentang pembunuhan, Pasal 340 tentang pembunuhan berencana, serta Pasal 353 ayat 3 tentang penganiayaan berencana. Ancaman pidana bagi keduanya adalah kurungan seumur hidup atau hukuman mati.

Ramli Ardi Yahya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar