Pelajar Jaya ! Indonesia Jaya!

Pelajar Jaya ! Indonesia Jaya!

Jumat, 02 Januari 2015

DPRD dan Permasalahannya


Dengan berkembangnya kehidupan pemerintahan dan berkembangnya otonomi daerah di Indonesia maka pemerintah Indonesia sangat membutuhkan penyalur aspirasi rakyat dan penyelenggara pemerintahan di lingkungan yang kebih kecil dibandingkan dalam ruang lingkup Negara, yaitu dalam ruang lingkup lokal. Maka tugas dan wewenang pemerintah daerah sangat penting, dan salah satu lembaga daerah yang sangat penting adalah DPRD. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) adalah bentuk lembaga perwakilan rakyat (parlemen) daerah (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah bersama dengan pemerintah daerah. DPRD diatur dengan undang-undang, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009.
Dari segi ketatanegaraan, masalah pemerintahan daerah merupakan salah satu aspek structural dari suatu negara sesuai dengan pandangan bahwa negara adalah suatu organisasi. Pembagian negara dalam beberapa daerah kabupaten dan seterusnya dimaksudkan demi memudahkan pelayanan masyarakat dan mewujudkn jaringan pemerintahan yang teratur dan sistematis. Aturan permainan dan saling hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dalam undang-undang sesuai dengan jiwa dan batasan yang tercantum dalam UUD 1945.
Dari semula telah ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan. Gagasan negara kesatuan diterangkan secara jelas dan konkrit dalam pembukaan UUD 1945 serta dalam setiap ketentuan perundang-undangan yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dalam pembukaan UUD 1945 disebut “ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum ………”
Kemudian untuk memperjelas dan mempertegas gagasan negara kesatuan sebagai ketentuan hukum, maka para perumus UUD 1945 menegaskan dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 dengan rumusan “ Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Rumusan ini dipertegas lagi dalam penjelasan UUD 1945 dengan rumusan “negara” begitu bunyinya – melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa Indonesia.
Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian “pembukaan “ menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah satu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.”
Namun dari semula telah jelas bahwa demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia maka Republik Indonesia dibagi dalam beberapa daerah. Pembagian tersebut adalah konsekuensi logis antara dari pemerintahan yang desentralisasi dan demi kemudahana manajemen pemerintahan mengingat luas daerah Indonesia dan banyaknya penduduk Indonesia. Maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hadir sebagai lembaga yang menaungi suara-suara daerah untuk membangun daerahnya.
Legislative daerah atau dalam hal ini Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) dalam melaksanakan tugasnya mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan rumusan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Esensi mempunyai hak dan kewajiban tersebut supaya dapat mengemban tugasnya sebagai wakil rakyat penyambung pikiran dan semangat rakyat yang diwakilinya.
Dalam teori memang agak mudah merumuskan fungsi legislative. Masyarakat selalu menumpahkan harapan dan mimpi-mimpinya langsung atau tidak langsung kepada wakilnya, yaitu mereka yang duduk dilembaga legislative. Terkadang harapan itu terlalu muluk atau ideal sehingga akhirnya atau paling sedikit untuk sementara orang, masih tinggal harapan. Dalam realita kehidupan DPRD di Indonesia selama ini, ternyata fungus DPRD tersebut mengalami pasang surut yang cukup drastic.pada awal tahun tahun kemerdekaan, walau belum semuanya dapat dipraktekan, DPRD mempunyai fungsi yang sangat luas yang bahkan dapat disebut merupakan mini DPR di daerah. DPRD memiliki kekuasaan memilih, mengendali dan mengawasi pemerintahan di daerah yang sangat dominan sesuai dengan gerak politik pada saat itu. Keadaan demokrasi liberal tersebut teoritis berlaku hingga pertengahan tahun 1959. Kemudian perubahan politik dan perubahan konstitusi berikut perubahan perundang-undangan telah menjadikan DPRD sebagai ajang pertempuran politik yang umumnya didominasi aliran politik tertentu (Periode 1959-1965) setelah periode tersebut maka kehidupan DPRD dihinggapi masa lesu dan seakan akan kehilangan arah. Barulah pada tahun 1974 dengan keluarnya Undang-undang no. 5 tahun 1974 yang diawali pemilu tahun 1971, DPRD atau dalam hal ini legislative daerah mempunyai pegangan dan aturan permainan yang lebih mendasar dan nyata. DPRD berfugsi kembali dalam keterbatasannya.
Dalam perjalanan sejarah sejak 1974 hingga pemilu 1982, legislative daerah telah membangun citra baru sesuai dengan perkembangan politik nasional. Sedikit demi sedikit aturan pelaksanaan undang-undang no. 5 tahun 1974 mulai keluar dan dipraktekan namun dalam banyak hal dikalangan DPRD itu sendiri masih terdapat kesimpang siuran dan ketidakpastian akibat dari kurang jelasnya aturan permainan dan hutan rimbanya pedoman dan peraturan yang berlaku hanya beberapa segelintir anggota DPRD yang tahu persis hak dan kewajibannya dan bagaimana memanfaatkannya dalam praktek demi memenuhi fungsinyasebagai wakil rakyat . sebagian yang lain sekedar ikut atau sekedar manggut-manggut.
Sesuai dengan pedoman dan proses politik yang berlaku secara nasional, maka undang-undang no.5 tahun 1974 telah menggariskan hak dan kewajiban DPRD dalam melaksanakannya fungsinya sebagai wakil rakyat. Berhasil tidaknya DPRD sebagai lembaga tergantung dari berhasil tidaknya mereka melaksanakan fungsi tersebut. Demikian juga hal yang sama bagi setiap anggota DPRD.
Pada garis besarnya legislative daerah sesuai dengan arti aslinya ialah pembuat undang-undang di daerah yang dalam istilah teknisnya disebut peraturan daerah, tetapi perkembangan ketatanegaraan yang menuntut perluasan hak dan kewajiban serta fungsi legislative telah berubah dan ikut berkembang.
DPRD berkedudukan di setiap wilayah administratif, yaitu:
  • Dewan perwakilan rakyat daerah provinsi (DPRD provinsi), berkedudukan di ibukota provinsi.
  • Dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten (DPRD kabupaten), berkedudukan di ibukota kabupaten.
  • Dewan perwakilan rakyat daerah kota (DPRD kota), berkedudukan di kota.
DPRD merupakan mitra kerja kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota). Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD, karena dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.
DPRD memiliki fungsi :
  • legislasi, berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah
  • anggaran, Kewenangan dalam hal anggaran daerah (APBD)
  • pengawasan, Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah
Tugas dan wewenang DPRD adalah:
  • Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah. Dalam hali membuat Peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada daerah.
  • Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang diajukan oleh kepala daerah.
  • Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD. Tugas ini konsekuensi daripada tugas membentuk undang-undang dan menyusun anggaran tersebut diatas, dan adanya kewajiban kepala daerah dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pemerintah daerah , untuk memberikan keterangan pertanggung jawaban kepada DPRD sekurang-kurangnya setahun sekali, atau jika dipandang perlu atau apabila diminta oleh DPRD.
  • Mengusulkan:
ü  Untuk DPRD provinsi, pengangkatan/pemberhentian gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan/pemberhentian.
ü  Untuk DPRD kabupaten, pengangkatan/pemberhentian bupati/wakil bupati kepada Gubernur melalui Menteri Dalam Negeri.
ü  Untuk DPRD kota, pengangkatan/pemberhentian wali kota/wakil wali kota kepada Gubernur melalui Menteri Dalam Negeri.
  • Memilih wakil kepala daerah (wakil gubernur/wakil bupati/wakil wali kota) dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
  • Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah. Perjanjian internasional adalah perjanjian antara pemerintah dengan dengan pihak luar negeri yang terkait dengan kepentingan daerah.
  • Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kerja sama internasional adalah kerja sama daerah dengan pihak luar negeri yang meliputi kerja sama kabupaten / kota, kerja sama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerjasama penerusan pinjaman / hibah, kerja sama penyertaan modal, dan kerja sama lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Laporan keterangan pertanggungjawaban adalah laporan yang disampaikan oleh kepala daerah setiap tahun dalam siding paripurna DPRD yang berkaitan dengan penyelenggaraan tugas otonomi dan tugas pembantuan.
  • Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
  • Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Membentuk panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah
  • Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
  • Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Selain tugas dan wewenang ini antara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keungan Negara
            Dalam menjalankan tugas beserta fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPRD memiliki beberapa hak yaitu sebagai berikut :
·         Hak Interpelasi,
Hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis  yang berdampak luas kepada kehidupan bangsa dan negara serta daerah tersebut.
·         Hak Angket,
Pelaksanaan fungsi dan pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas kepada kepentingan bangsa dan negara serta daerah tersebut yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
·         Hak menyatakan pendapat.
Hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau meengenai kebijakan luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
Pelaksanaan hak angket dilakukan setelah diajukan hak interpelasi dan mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya tiga per empat dari jumlah anggota DPRD  dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota yang dihadir.
Dalam menggunakan hak angket dibentuk panitia angket yang terdiri dari unsur semua Fraksi di DPRD yang bekerja dalam waktu yang paling lama enam puluh hari. Dalam melaksanakan tugasnya Penitia Angket dapat memanggil, mendengar dan memeriksa seseorang yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang diselidiki  serta meminta untuk menunjukan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang diselidiki .

Setiap orang yang dipanggil, didengar dan diperiksa, wajib memenuhi panggilan Panitia Angket kecuali ada alasan yang sah menurut perturan perundang-undangan. Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan, Panitia Angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonensia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
DPRD berhak meminta pejabat negara tingkat daerah, pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
Seluruh hasil Panitia Angket bersifat rahasia. Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada perundang-undangan.
Selain ketiga Hak diatas Anggota DPRD memiliki beberapa hak yaitu sebagai berikut
a.       hak mengajukan rancangan peraturan daerah,
b.      mengajukan pertanyaan,
c.       menyampaikan usul dan pendapat,
d.      memilih dan dipilih,
e.       membela diri,
f.       imunitas,
g.      mengikuti orientasi dan pendalaman tugas,
h.      protokoler,
i.        serta keuangan dan administratif.
Selain memiliki fungsi, hak, DPRD pun memiliki kewajibannya sebagai lembaga perwakilan rakyat . yaitu sebagai berikut :
a.       Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia;
b.      Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c.       Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Republik Indonesia;
d.      Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat daerah;
e.       Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
f.       Mendahulukan, kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
g.      Memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjannya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya;
h.      Menaati peraturan tata tertib, kode etik, dan sumpah / janji sebagai anggota DPRD;
i.         Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

1.     Badan Legislasi
Sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta Nomor  02 /DPRD/Tahun 2009 Tentang Tata Tertib:

Pasal 43 yaitu
Badan Legislasi dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap.

Pasal 44 yaitu
1)   DPRD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa   keanggotaan DPRD dan permulaan tahun sidang.
2)   Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
3)    Penggantian anggota Badan Legislasi dapat dilakukan oleh Fraksinya, apabila anggota Badan Legislasi yang bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan lain dari Fraksinya.
4)    Sekretariat DPRD membantu pelaksanaan tugas Badan Legislasi.

Pasal 45 yaitu
1)    Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan olegial.
2)    Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah Anggota tiap-tiap Fraksi.
3)    Pemilihan pimpinan Badan Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan Dalam Rapat Badan Legislasi yang dipimpin oleh Pimpinan DPRD, setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi.
4)    Pembagian tugas anggota dan Pimpinan Badan Legislasi diatur sendiri oleh Pimpinan Badan Legislasi berdasarkan tugas Badan Legislasi.
5)    Dalam hal Pimpinan Badan Legislasi Daerah berhalangan tetap, penggantian Pimpinan Badan Legislasi dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan selanjutnya ditetapkan dalam Rapat Paripurna.
6)    Pimpinan Badan Legislasi Daerah tidak dapat dirangkap dengan pimpinan alat \ kelengkapan DPRD lainnya.

Pasal 46 yaitu
(1)   Badan Legislasi bertugas:
a.     menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD dengan mempertimbangkan masukan dari masyarakat
b.    Mengkoordinasi penyusunan program legislasi Daerah antara DPRD dan Pemerintah Daerah
c.     Menyiapkan rancangan Peraturan Daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan
d.    Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau masyarakat sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPRD
e.     Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau masyarakat di luar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau di luar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah
f.     Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan peraturan daerah yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah
g.    Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus
h.    Memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas rancangan peraturan daerah usulan masyarakat yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan
i.     Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPRD untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Legislasi dapat:

a.    Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pemerintah daerah atau pihak lain yang dianggap perlu mengenai hal yang menyangkut ruang lingkup tugasnya melalui pimpinan DPRD
b.    Memberikan rekomendasi kepada Badan Musyawarah dan Komisi yang terkait mengenai \penyusunan program dan urutan prioritas pembahasan rancangan peraturan daerah untuk satu masa keanggotaan DPRD dan setiap tahun anggaran
c.     Memberikan rekomendasi kepada Badan Musyawarah atau Komisi yang terkait, berdasarkan hasil pemantauan terhadap materi peraturan daerah
d.    Melakukan Rapat Kerja, Rapat Dengar Pendapat, Rapat Dengar Pendapat Umum dan konsultasi publik serta konsinyering untuk penyiapan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
e.    Melakukan kunjungan kerja ke DPRD dan/atau Pemerintah Daerah lainnya serta lembaga terkait sesuai dengan ruang lingkup ketugasannya
f.     Menyampaikan rencana kerja tahun anggaran berikutnya kepada pimpinan DPRD untuk dibahas oleh Badan Musyawarah; dan
g.    Mengusulkan kepada Badan Musyawarah hal yang dipandang perlu untuk dimasukkan dalam acara DPRD.

2.     Komisi
Selain terdiri dari beberapa partai, DPRD kota Yogyakartajuga terdiri dari beberapa komisi yaitu:

    Komisi A: Pemerintahan
Pemerintahan meliputi bidang/sub bidang : Pertanahan, Kependudukan dan Catatan Sipil, Kesbangpol, Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Sandi, Pemberdayaan Masyarakat, Statistik, Kearsipan, Komunikasi dan Informatika, Perlindungan Masyarakat.
    Komisi B: Perekonomian dan Keuangan
Perekonomian dan Keuangan meliputi bidang/sub bidang : Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Pertanian, Penanaman modal, Pariwisata, Administrasi Keuangan Daerah.
    Komisi C: Pembangunan
Pembangunan meliputi bidang/sub bidang : Energi dan Sumber Daya Mineral, Pekerjaan Umum, Perumahan, Penataan Ruang, Perencanaan Pembangunan, Perhubungan, Lingkungan Hidup.
    Komisi D; Kesejahteraan Rakyat
Kesejahteraan Rakyat, meliputi bidang/sub bidang : Pendidikan, Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, Sosial, Nakertrans, Pemuda dan Olahraga, Perpustakaan, Ketahanan Pangan, Kebudayaan, Agama.

3.     Badan Khusus
Sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta Nomor  02 /DPRD/Tahun 2009 Tentang Tata Tertib  :

Pasal 54 yaitu
1.      Panitia Khusus dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat sementara. 
2.      Susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
3.       umlah anggota panitia khusus ditetapkan dalam rapat paripurna.

Pasal 55 yaitu
1.      Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
2.      Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional memperhatikan jumlah panitia khusus yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
3.      Fraksi yang mendapatkan komposisi pimpinan panitia khusus mengajukan satu nama calon pimpinan panitia khusus kepada Pimpinan DPRD untuk dipilih dalam rapat panitia khusus.
4.      Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPRD setelah penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus.
5.      Pimpinan Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD.
6.      Penggantian pimpinan panitia khusus dapat dilakukan oleh Fraksi yang besangkutan untuk selanjutnya ditetapkan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh Pimpinan DPRD

Pasal 56 yaitu
1.      Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan pertimbangan Badan Musyawarah.
2.      Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh badan Musyawarah apabila panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya.
3.      Panitia khusus dibubarkan oleh DPRD setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.

Pasal 57 yaitu
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) panitia khusus dapat melakukan:
a.       rapat kerja dengan pejabat yang ditunjuk oleh Walikota
b.      rapat dengar pendapat umum atau dialog warga
c.       mengadakan konsultasi kepada Pemerintah menyangkut peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang termasuk dalam ruang lingkup materi pembahasan rancangan peraturan daerah
d.      melakukan kunjungan kerja ke DPRD dan/atau Pemerintah Daerah lainnya serta lembaga terkait sesuai dengan materi pembahasan rancangan peraturan daerah
e.       konsultasi publik terhadap hasil pembahasan materi rancangan peraturan daerah atau lainnya;dan
f.       konsinyering/pembahasan materi rancangan peraturan daerah atau lainnya secara intensif.

4.     Badan Anggaran
Sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta Nomor  02 DPRD/Tahun 2009 Tentang Tata Tertib  :

Pasal 47 yaitu
Badan Anggaran dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat Kelengkapan DPRD yang bersifat tetap.

Pasal 48 yaitu
1.      DPRD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan pada permulaan tahun siding.
2.      Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur komisi dan unsur fraksi.

Pasal 49 yaitu
1.      Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
2.      Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
3.      Pemilihan pimpinan Badan Anggaran sebagaimana dimaksud pada  ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPRD setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran.

Pasal 50 yaitu
1.      Badan Anggaran bertugas:
a.       Membahas bersama Walikota yang diwakili oleh SKPD untuk menentukan pokok-pokok kebijakan yang menyangkut pendapatan dan belanja daerah secara umum serta prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD dalam menyusun usulan anggaran
b.      Menetapkan pendapatan daerah bersama Walikota dengan mengacu pada usulan komisi terkait
c.       Membahas rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama Walikota yang dapat diwakili oleh SKPD dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan Walikota mengenai alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan SKPD
d.      Melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana kerja dan anggaran SKPD
e.       Membahas laporan realisasi dan prognosis yang berkaitan dengan APBD
f.       Membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan
g.      Melakukan pembahasan laporan keuangan Walikota dan pelaksanaan APBD termasuk hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya.

2.      Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Anggaran dapat:
a.       Mengadakan Rapat Kerja dengan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atau Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
b.      Mengadakan konsultasi dengan Pemerintah Daerah
c.       Mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum baik atas permintaan Badan Anggaran atau permintaan pihak lain, dan konsultasi public
d.      Mengadakan konsultasi kepada Pemerintah menyangkut peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya
e.       Melakukan kunjungan kerja ke DPRD dan/atau Pemerintah Daerah lainnya serta lembaga terkait sesuai dengan ruang lingkup ketugasannya
f.       Mengadakan konsinyering guna pembahasan KUA dan PPAS, serta penyusunan, perubahan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
g.      Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang anggaran pada akhir masa keanggotaan DPRD untuk dapat digunakan oleh Badan Anggaran pada masa keanggotaan berikutnya; dan
h.      Menyampaikan rencana kerja tahun anggaran berikutnya kepada pimpinan DPRD untuk dibahas oleh Badan Musyawarah.
i.        Anggota komisi dalam Badan Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada komisi.

Sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta Nomor  02 /DPRD/Tahun 2009 Tentang Tata Tertib  :

Pasal 54 yaitu
4.      Panitia Khusus dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat sementara.
5.      Susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
6.      Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan dalam rapat paripurna.

Pasal 55 yaitu
1.      Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
2.      Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional memperhatikan jumlah panitia khusus yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
3.      Fraksi yang mendapatkan komposisi pimpinan panitia khusus mengajukan satu nama calon pimpinan panitia khusus kepada Pimpinan DPRD untuk dipilih dalam rapat panitia khusus.
4.      Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPRD setelah penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus.
5.      Pimpinan Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD.
6.      Penggantian pimpinan panitia khusus dapat dilakukan oleh Fraksi yang besangkutan untuk selanjutnya ditetapkan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh Pimpinan DPRD


Pasal 56 yaitu
1.      Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan pertimbangan Badan Musyawarah.
2.      Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh badan Musyawarah apabila panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya.
3.      Panitia khusus dibubarkan oleh DPRD setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.

Pasal 57 yaitu
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) panitia khusus dapat melakukan:
a.       Rapat kerja dengan pejabat yang ditunjuk oleh Walikota.
b.      Rapat dengar pendapat umum atau dialog warga
c.       Mengadakan konsultasi kepada Pemerintah menyangkut peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang termasuk dalam ruang lingkup materi pembahasan rancangan peraturan daerah
d.      Melakukan kunjungan kerja ke DPRD dan/atau Pemerintah Daerah lainnya serta lembaga terkait sesuai dengan materi pembahasan rancangan peraturan daerah
e.       Konsultasi publik terhadap hasil pembahasan materi rancangan peraturan daerah atau lainnya;dan
f.       Konsinyering/pembahasan materi rancangan peraturan daerah atau lainnya secara intensif.

A.   Peran Ganda DPRD
Di lihat dari persepektif sejarah hukum, DPRD mempunyai posisi yang cukup unik. Di satu sisi DPRD bersama-sama dengan Kepala Daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan di sisi lain sebagai badan       perwakilan.      Peran   yang    sudah   sejak    awal     pemerintahan   Republik          ini            dilekatkan pada DPRD, pada Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 agak bergeser.          Undang-undang            tersebut           lebih    menekankan    pada    peran   DPRD sebagai badan legislatif yang terpisah dari eksekutif.Namun demikian, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 kembali mengembalikan posisi DPRD pada tradisi yang telah lama dianut.
Sebagai unsur pemerintahan daerah DPRD turut serta melahirkan kebijakan-kebijakan di daerahnya, terutama yang dituangkan dalam Peraturan Daerah. Secara umum peran ini diwujudkan dalam tiga fungsi, yaitu:

1. Regulator. 
Mengatur         seluruh kepentingan     daerah,            baik     yang    termasuk          urusan-urusan rumah tangga daerah (otonomi) maupun urusan-urusan pemerintah pusat yang diserahkan pelaksanannya ke daerah (tugas pembantuan);

2. Policy Making.
Merumuskan kebijakan pembangunan dan perencanaan program-program pembangunan di daerahnya;

3. Budgeting.
 Perencanaan angaran daerah (APBD)
Dalam perannya sebagai badan perwakilan, DPRD menempatkan diri selaku kekuasaan penyeimbang (balanced power) yang mengimbangi dan melakukan kontrol efektif terhadap Kepala Daerah dan seluruh jajaran pemerintah daerah. Peran ini diwujudkan dalam fungsi-fungsi berikut:
a. Representation.
Mengartikulasikan keprihatinan, tuntutan, harapan dan melindungi  kepentingan     rakyat ketika   kebijakan            dibuat, sehingga          DPRD senantiasa berbicara “atas nama rakyat”;

b. Advokasi.  
Anggregasi      aspirasi            yang    komprehensif  dan      memperjuangkannya   melalui negosiasi kompleks dan sering alot, serta tawar-menawar politik yang sangat kuat. Hal ini wajar mengingat aspirasi masyarakat mengandung banyak kepentingan atau tuntutan yang terkadang berbenturan satu sama lain. Tawar         menawar politik dimaksudkan untuk    mencapai titik  temu    dari      berbagai           kepentingan     tersebut.

c. Administrative oversight.
Menilai atau menguji dan bila perlu berusaha mengubah tindakan-tindakan dari badan eksekutif.Berdasarkan fungsi ini adalah         tidak    dibenarkan      apabila DPRD bersikap “lepas            tangan”            terhadap          kebijakan            pemerintah      daerah yang    bermasalah atau           dipersoalkan    oleh     masyarakat.     Apalagi            dengan            kalimat            naif,     “Itu  bukan wewenang kami”, seperti yang kerap      terjadi  dalam            praktek. Dalam kasus  seperti  ini, DPRD dapat         memanggil       dan      meminta          keterangan,            melakukan       angket dan interpelasi, bahkan pada akhirnya dapat meminta pertanggung jawaban Kepala Daerah.

C.  Fungsi DPRD
Lebih khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU Susduk dan UU Pemerintahan Daerah), implementasi kedua peran DPRD tersebut lebih disederhanakan perwujudannya ke dalam tiga fungsi, yaitu :
   Fungsi legislasi
   Fungsi anggaran; dan
   Fungsi pengawasan
Pelaksanaan ketiga fungsi tersebut secara ideal diharapkan dapat
melahirkanoutput, sebagai berikut:
1. PERDA-PERDA yang aspiratif dan responsif. Dalam arti PERDA-PERDA yang dibuat telah mengakomodasi tuntutan, kebutuhan dan harapan rakyat.Hal itu tidak mungkin terwujud apabila mekanisme penyusunan Peraturan Daerah bersifat ekslusif dan tertutup.Untuk itu mekanisme penyusunan PERDA    yang    dituangkan      dalam            Peraturan         Tata     Tertib   DPRD harus    dibuat  sedemikian rupa agar mampu menampung aspirasi rakyat secara optimal.
2. Anggaran belanja daerah (APBD) yang efektif dan efisien, serta terdapat kesesuaian yang logis antara kondisi kemampuan keuangan daerah dengan keluaran (output) kinerja pelayanan masyarakat.
3. Terdapatnya    suasana pemerintahan daerah yang    transparan dan akuntabilitas,  baik dalam proses pemerintahan maupun dalam penganggaran.

Untuk melaksanaan ketiga fungsi yang ideal tersebut, DPRD dilengkapi dengan modal dasar yang cukup besar dan kuat, yaitu tugas dan wewenang, alat-alat kelengkapan DPRD, Hak-hak DPRD/anggota, dan anggaran DPRD yang    mandiri.





D.Tugas dan wewenang
Wewenang adalah kekuasaan yang diberikan oleh peraturan hukum, yang diperlukan untuk menjalankan tugas tertentu. Tugas tanpa wewenang akan mandul, dan wewenang tanpa tugas adalah kesewenang-wenangan. Untuk itu wewenang senantiasa memiliki batas, yaitu:
   Secara limitatif/enumeratif ditetapkan dalam Peraturan perundang-undangan (termasuk asas-asas umum pemerintahan yang layak algemene beginselen van behoorlijk bestuur).
   Batas waktu tertentu (masa jabatan)
   Moral (political ethic/political morality/conventions)

Terdapat 2 (dua) dimensi koridor dalam pelaksanaan wewenang, yaitu yang pertama, isi wewenang (material), dan kedua, prosedur pelaksanaan wewenang (formal). Koridor isi wewenang adalah antara Undang-undang di satu sisi dan hak asasi di lain sisi. Kedua hal tersebut tidak boleh terlanggar dalam suasana apapun. Jika            korodor isi wewenang tersebut terlanggar dalam rangka menjalankan tugas yang diemban, maka secara hukum termasuk kedalam kategori “melampaui wewenang” (abuse de droid), tetapi jika pelanggaran batas wewenang tersebut sekaligus  menyalahi tugas yang  ditetapkan, disebut dengan “penyalahgunaan wewenang” atau “sewenang-wenang” (willekeurig)

Konsekuensi wewenang
Pada pejabat  yang berwenang senantiasa melekat tanggung jawab karena tidak ada wewenang yang tidak disertai  tanggung jawab. DPRD sebagai sebuah jabatan yang diisi oleh sekumpulan pejabat (jabatan kolektif) tentunya tidak terlepas dari tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Terdapat beberapa bentuk tanggung jawab jabatan DPRD, yaitu:
1. Tanggung jawab secara politik diberikan setiap anggota DPRD kepada konstituennya serta Partai Politik yang mengusungnya;
2. Tanggung jawab moral kepada masyarakat; dan
3. Tanggung jawab hukum, baik Pidana dan Perdata maupun administrasi.





E. Hak DPRD
DPRD sebagai sebuah institusi memiliki beberapa hak yang sangat strategis untuk menunjang pelaksanaan peran dan fungsinya. Hak-hak tersebut adalah:

1.      Hak Interpelasi,
yaitu meminta keterangan kepada Kepala Daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis. Persoalan yang penting saja tidak cukup dijadikan dasar untuk menggunakan         hak interpelasi, melainkan harus juga     bersifat strategis. Sayangnya, Undang-undang tidak memberikan penjelasan yang cukup mengenai criteria “penting dan strategis”. Dalam kondisi ini maka yang menetapkan kriteria penting dan strategis adalah DPRD sendiri. Undang-undang memang menyerahkan pelaksanaan hak interpelasi itu diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Di sanalah seharusnya dapat ditemukan criteria “penting dan strategis” tersebut.

2.  Hak Angket,
 Penyelidikan terhadap kebijakan tertentu Kepala Daerah yang penting dan            strategis yang diduga            bertentangan   dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan kepatutan. Hak ini dapat dijalankan setelah pelaksanaan hak          interpelasi terlebih dahulu atau secara secara bersamaan (simultan).  Pada umumnya Peraturan Tata Tertib  DPRD menempatkan penggunaan hak angket setelah terlebih dahulu melaksanakan hak interpelasi. Jika dalam pelaksanaan hak interpelasi, keterangan Kepala Daerah dianggap tidak benar atau meragukan, DPRD dapat   melakukan penyedikan untuk menemukan fakta yang sebenarnya, terkait dengan   proses            pembentukannya serta dampak kebijakan yang melawan hukum. Termasuk
adanya unsur kolusi,    korupsi dan nepotisme. Teknis pelaksanaan hak Angket itu biasanya dengan membentuk “Panitia Angket”, yang bekerja dalam waktu lebih kurang 60 hari.

3.  Hak menyatakan pendapat,
yaitu berupa pernyataan sikap atas kebijakan tertentu Kepala Daerah atau kejadian luar biasa disertai        rekomendasi penyelesaiannya.Hak ini merupakan administrative oversight. Dalam arti dapat mengubah kebijakan Kepala daerah kearah yang diinginkan DPRD.Pendapat yang dimaksud merupakan “sikap politik resmi” dari lembaga DPRD, yang dapat memuat kritik, koreksi dan rekomendasi yang harus diperhatikan secara sunguh-sungguh oleh Kepala Daerah.Misalnya, dalam kasus TPA Leuwigajah.

4. Hak Anggota
Kinerja peran dan fungsi DPRD pada realitasnya ditentukan oleh kapasitas dan integritas anggotanya, Untuk itu undang-undang memberikan jaminan hak-hak tertentu kepada anggota DPRD agar mereka dapat menjalankan Peranan dan Fungsi lembaga secara efektif.Hak-hak anggota DPRD dapat dikategorikan menjadi hak-hak yang bersifat            internal, dalam arti hanya berlaku ke dalam lembaga DPRD, serta hak-hak yang bersifat eksternal.
a. Internal:
           Mengajukan RAPERDA;
     Pada prinsipnya setiap            anggota DPRD, komisi, komisi gabungan atau alat kelengkapan DPRD berhak            mengajukan Rancangan Peraturan Daerah. Tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Tata Tertib.            Dalam  praktek            justru Peraturan Tata Tertib cenderung mempersulit pelaksanaan hak ini, dengan mensyaratkan keterlibatan lebih dari satu orang atau lebih dari satu fraksi.
           Mengajukan pertanyaan;
           Menyampaikan usul dan pendapat;
Dalam  praktek, hak mengajukan pertanyaan  lebih sering digunakan daripada hak menyampaikan usul dan pendapat. Sebab yang terakhir memerlukan proses bernalar objektif, sementara yang sering muncul dalam rapat-rapat DPRD adalah intrupsi-intrupsi berisi pertanyaan yang terkadang tidak perlu.
           Memilih dan dipilih;
Setiap  anggota berhak memilih dan dipilih menjadi Pimpinan DPRD, Pimpinan Komisi, dan alat-alat kelengkapan lainnya secara terbuka dan demokratis.
           Membela diri;
                 Anggota DPRD yang dituduh            melanggar Kode Etik harus diberikan            kesempatan untuk membela diri dihadapan Badan Kehormatan,sebelum sanksi atau     tindakan-tindakan lain dijatuhkan terhadapnya. Namun demikian, jika kesempatan     membela diri itu telah diberikan, tetapi anggota yang bersangkutan            mengabaikannya,

Badan Kehormatan dapat mengambil keputusan.
           Keuangan dan administratif; Setiap anggota DPRD berhak memperoleh penghasilan          dan      tunjangan            lainnya,            sesuai   dengan            kemampuan     keuangan         daerah masing-masing.
b.         Eksternal:
           Hak immunitas;
Setiap anggota DPRD memiliki hak Imunitas, dalam arti tidak dapat dituntut secara hukum atas pernyataan dan tindakan yang diambil dalam kapasitas sebagai  anggota DPRD. Setiap ucapan, pernyataan, pertanyaan dan pendapat yang disampaikan dalam rapat-rapat    resmi DPRD    tidak    dapat   dituntut secara hukum, namun hal itu tidak melepaskannya dari “Kode Etik” yang  ditetapkan       dalam  Peraturan         Tata            Tertib,  serta     yang    pernyataan bersifat      mengumunkan rahasia negara.
           Hak Protokuler;
Setiap anggota DPRD memiliki hak diperlakukan prosedur khusus dalam pemeriksaan perkara      yang melibatkan dirinya. Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah ada persetujuan tertulis dari Gubernur (untuk anggota DPRD Kabupaten/ Kota) dan Mendagri atas nama Presiden (untuk anggota DPRD Provinsi). Hak protokuler itu tidak berlaku jika anggota DPRD tersebut tertangkap tangan, atau tindak pidana korupsi, makar dan terorisme.

6. Kewajiban Anggota DPRD
Pasal 45 Undang-undang No.32 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Daerah, telah  merinci secara enumerative kewajiban anggota DPRD. Jika dicermati kewajiban tersebut dapat dikategorikan menjadi            kewajiban yang bersifat subjektif dan kewajiban objektif. Disebut kewajiban subyektif karena kriteria untuk mengukur pemenuhan atas kewajiban tersebut sulit ditentukan, seperti :
a.         Mengamalkan Pancasila;
b.         melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah;
c.         memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
d.         menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti  aspirasi           masyarakat;
e.         mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok,  dan golongan;

Terhadap pengabaian atau pelanggaran atas kewajiban-kewajiban tersebut di atas tidak terdapat sanksi hukum, melainkan lebih bersifat sanksi politik dan moral. Kepatuhan terhadap kewajiban-kewajiban subjkektif tersebut sangat tergantung pada tingkat kesadaran dan budaya politik di daerah bersangkutan.
Praktek di negara-negara maju, seperti di Inggris, politisi dan legislator lebih takut pada pada sanksi sosial (political etic) ketimbang sanksi hukum. Pelanggaran   terhadap hukum masih terlindungi oleh asas “praduga tidak bersalah” dan proses pembuktian di pengadilan sangat tergantung pada kemahiran penasehat hukumnya, tetapi jika mereka melanggar moral politik, dapat dipastikan karier politiknya tamat. Sementara terhadap kewajiban-kewajiban objektif, terdapat mekanisme untuk menegakkannya, seperti:
a.         Menaati Peraturan Tata Tertib. Kode Etik, dan sumpah/janji anggota DPRD,          dapat ditegakkan oleh Badan Kehormatan DPRD ;
b.         Menaati UUD 45 dan segala peraturan perundang-undangan;
c.         Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan NKRI; dapat ditegakkan melalui instrumen        penegakan hukum yang ada. (kepolisian, kejaksaan dan KPK)

7. Instrumen Penunjang Peran dan Fungsi DPRD
Untuk menjalankan peran dan fungsinya tersebut DPRD memerlukan beberapa instumen penunjang, seperti:
a.         Adanya sarana            dan prasarana berupa tempat untuk menyelenggara pertemuan dan rapat-rapat, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang canggih sesuai dengan kemampuan daerah ;
b.         Adanya anggaran yang memungkinkan untuk pelaksanaan tugas, termasuk akomodasi dan tranportasi untuk tugas-tugas luar;
c.         Adanya prosedur dan mekanisme kerja baik yang bersifat internal (Paripurna, komisi, pansus, dan alat kelengkapan lain), maupun dalam rangka bermitra dengan    pemerintah daerah. Prosedur dan mekanisme ini biasanya ditetapkan dalam Peraturan Tata Tertib
d.         Adanya perencanaan kerja DPRD untuk satu            tahun anggaran, yang  ditetapkan oleh Pimpinan DPRD ;
e.         Adanya evaluasi kinerja (anggota) DPRD, yaitu perbandingan antara rencana kerja dengan realisasi, serta kesebandingan dengan anggaran yang digunakan.

8. Anggaran Belanja DPRD
Belanja DPRD  merupakan salah satu Pos dalam APBD yang dipisahkan khusus untuk DPRD, yang meliputi:
a. Belanja Pimpinan &anggota;
1.      Penghasilan
2.      Tunjangan kesejahteraan
3.      Uang jasa pengabdian
Standar besaran komponen belanja tersebut di atas ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Keputusan Kepala daerah itu harus berpedoman pada :
1.      Peraturan perundang-undangan
2.      Kepatutan/kepantasan
3.      Kemampuan keuangan daerah

b. Belanja Penunjang Pimpinan
Belanja penunjang Pimpinan disusun berdasarkan Rencana Kerja yang ditetapkan Pimpinan DPRD.Konsekuensinya, tanpa adanya Rencana Kerja maka tidak ada Belanja Penunjang Pimpinan.Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa undang-undang telah mengatur sedemikian rupa kemandirian DPRD untuk mengelola anggaran belanjanya.
Hal yang perlu dicatat bahwa APBD harus diperioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan   kualitas kehidupan masyarakat, seperti pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Hal lain bahwa dengan anggaran belanja yang mandiri, DPRD harus bertanggungjawab soal penggunaannya sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sejalan dengan asas akuntabilitas, maka penggunaan uang            rakyat  harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat secara transparan. Pertanggungjawaban tersebut berupa pertanggungjawaban:
           Secara politik dengan kinerja (anggota) DPRD yang optimal;
           Secara  hukum harus sesuai dengan prosedur dan mekanisme keuangan daerah;
           Secara moral dengan sikap, perilaku dan gaya hidup anggota DPRD (live­style)

Hubungan antara pemerintah dan DPRD seyogyanya merupakan hubungan  kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintah daerah memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya
tidak saling membawahi. Hal ini dapat dicerminkan  dalam membuat kebijakan daerah berupa peraturan daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung (sinergi)
bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing
-masing.
Namun dalam kenyataan sinargisme tersebut belum dapat berjalan secara optimal. Kesetaraan hubungan tersebut sering kali dimaknai lain, yang mengurangi fungsi dan kewenangan dewan. Sebagai contoh masih banyaknya produk peraturan-peraturan daerah yang merupakan inisiatif dari pemerintah daerah, bukan dari DPRD, padahal jika kita merujuk pada Pasal 95 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2004 dengan tegas dinyatakan bahwa “DPRD memegangn kekuasaan membentuk Peraturan Daerah”. Ini artinya bahwa Universitas Sumatera  Utara“Leading sector” pembentukan Perda seharusnya ada ditangan DPRD. Belum lagi yang berkaitan dengan “bargaining position” dalam pembahasan APBD, DPRD masih dalam posisi yang lemah. Bagaimana tidak, draft Perda APBD tersebut biasanya masuk ke Dewan dalam jangka waktu yang sangat pendek, sehingga sangat sulit bagi Dewan untuk secara teliti mengkaji substansi dari draft tersebut.
Selain kedua contoh diatas, jika kita lihat dari aspek penganggaran yang dimiliki Dewan masih sangat timpang dibandingkan dengan penganggaran yang ada di Pemerintah Daerah. Dewan tidak mempunyai otonomisasi anggaran yang dapat mendukung fungsi dan kinerja nya secara optimal, sehingga tidak aneh jika seringkali muncul “rumor” bahwa DPRD hanya sebagai “rubber stamp” yang meligitimasi semua kebijakan pemerintah. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewanangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah.
Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prisip otonomi yang nyata  dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah sua tu prinsip bahwa utnuk menangani urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban senyatanya telah ada dan berpotensi utnuk tumbuh hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan yang lainnya. Universitas Sumatera Utara Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya utnuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Kepentingan dan aspirasi masyarakat tersebut harus dapat ditangkap oleh pemerintah daerah maupun Dewan Perwakilanm Rakyat Daerah. Sebagai reppresentasi perwakilan rakyat dalam struktur kelembagaan pemerintahan daerah yabng menjalankan fungsi pemerintahan yang bertujuan sebagaimana yang disebutkan diatas. Pemerintah Daerah menjalankan fungsi pemerintahan dan DPRD menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran (budgeting) dan fungsi pengawasan.Dalam fungsi peraturan DPRD diberi kewenangan untuk membuat Peraturan Daerah dalam pelaksanaannya fungsi ini dapat digunakan melalui hak inisitif /
hak prakarsa dan hak amandemen / hak perubahan. Dengan dijalankannya fungsi  maka kebijakan -kebijakan pemerintah didaerah lebih mencerminkan kehendak rakyat. Fungsi dan tugas dan kewenangan Peraturan Daerah (Perda) belum dioptimalkan sesuai dengan tugas dan kewenangan DPRD bersama dengan Kepala Daerah (Eksekutif) membentuk Perda.
Peningkatan kemampuan DPRD dalam merumuskan Perda ini menjadi penting karena selama ini DPRD dianggap Universitas Sumatera Utara sebagai lembaga yang hanya melegalisir keinginan pihak eksekutif. Hal ini akibat dari UU No. 5/1974 tentang Pemerintahan daerah, bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah (Eksekutif) dan DPRD (Legislatif) sedangkan berdasarkan UU No. 22/1999 DPRD sebagai Bdan legislative Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah bekedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah dan bersama

Permasalahan Undang Undang MD3
Memang, ada dua undang-undang (UU) yang mengatur tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”), yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU 17/2014”) serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”). Ada menyebut istilah lex specialis. Lex specialis derogate legi generalis adalah salah satu asas hukum yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum.
Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam teori Mengenai Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis, menurut BagirManan dalam bukunya yang berjudul HukumPositif Indonesia (hal. 56), sebagaimana dikutip dari artikel yang ditulis A.A.Oka Mahendra berjudul Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogate legi generalis,yaitu:
1.    Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;
2.    Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang);
3.    Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan.

Mengacu pada poin-poin di atas, khususnya poin ke-dua, ini artinya, jika memang undang-undang yang mengatur DPRD itu terdapat dalam UU 17/2014 dan UU 23/2014, maka salah satu undang-undang tersebut merupakan lex specialis dari undang-undang lainnya.
            Berdasarkan analisa, focus aturan dalam tentang DPRD dalam UU 17/2014 lebih kepada aturan secara umum tentang DPRD yang meliputi: pembagian DPRD yang terdiri dari DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota; susunan dan kedudukan DPRD; wewenang dan tugas DPRD; hak-hak dan kewajiban-kewajiban DPRD; persidangan dan pengambilan keputusan DPRD; tata tertib dan kode etik DPRD; larangan bagi DPRD; pemberhentian DPRD, dan sebagainya.

Misalnya tugas DPRD bersama pemerintah dan unsure masyarakat daerah rapat dengan anggota DPD yang melakukanantara lain tugas pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah (Pasal 249 ayat (2) UU 17/2014).

Sedangkan, fokus UU 23/2014 lebihkepadatugas DPRD dalam pemberian persetujuan dalam suatu rapat yang membahas tentang pemerintahan daerah.Ini artinya, dalam UU 23/2014 lebih khusus lagi membahas tentang bagaimana peran DPRD dalam pemerintahan daerah.Misalnya antara lain:
a.   Memberikan persetujuan bersama dengan gubernur pemenuhan persyaratan administrative bagi pembentukan daerah persiapan (Pasal 37 UU 23/2014)
b.   Mengumumkan pemberhentian kepala daerah dan / atau wakil kepala daerah dalam rapat paripurna (Pasal 79 ayat (1) UU 23/2014)
c.   Menyampaikan usul kepada Presiden untuk pemberhentian gubernur dan / atau wakil gubernur dan kepada Menteri untuk pemberhentian bupati dan / atau wakil bupati atau walikota dan / atau wakil walikota (Pasal 80 ayat (1) huruf d UU 23/2014)

Meski ada beberapa pengaturan yang sama dalam UU 17/2014 dan UU 23/2014 seperti antara lain fungsi dan tugas DPRD, namun berdasarkan penelusuran , UU 23/2014 lebih menjabarkan lebih lanjut mengenai apa saja fungsi-fungsi itu secara detail. Sebagai contoh, UU 17/2014 hanya menyebutkan fungsi DPRD yang terdiri dari fungsi legislasi (fungsi pembentukan perda), anggaran, dan pengawasan seperti yang disebut dalamPasal 316 ayat (1) UU 17/2014. Akan tetapi, UU 23/2014 menguraikan lebih lengkap apa saja yang dimaksud dengan ketiga fungsi di atas, yakni:
a.    FungsipembentukanPerdaProvinsidilaksanakandengancara (Pasal 97 UU 23/2014):
1)  membahas bersama gubernur dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda Provinsi;
2)    mengajukan usul rancangan Perda Provinsi; dan
3)    menyusun program pembentukan Perda bersama gubernur.

b.    Fungsianggarandilaksanakandengancara (Pasal 99 ayat (2) UU 23/2014):
1)   membahas KUA (Kebijakan Umum APBD) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) yang disusun oleh gubernur berdasarkan RKPD;
2)    membahas rancangan Perda Provinsi tentang APBD provinsi;
3)    membahas rancangan Perda Provinsi tentang perubahan APBD provinsi; dan
4)    membahas rancangan Perda Provinsi tentang Pertanggungjawaban APBD provinsi.

c.    Fungsipengawasandiwujudkandalambentukpengawasanterhadap: (Pasal 100 ayat (1) UU 23/2014):
1)    pelaksanaan Perda provinsi dan peraturan gubernur;
2)    pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi; dan
3)   pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Dengan demikian, dari yang diuraikan di atas, maka kami menyimpulkan bahwa UU 23/2017 merupakan lex specialis dari UU 17/2014 karena beberapa pengaturan dalam UU 17/2014 diatur lebih khusus lagioleh UU 23/2014.


 Ramli Ardi Yahya
@ramliardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar