Pelajar Jaya ! Indonesia Jaya!

Pelajar Jaya ! Indonesia Jaya!

Selasa, 21 Oktober 2014

Persamaan HAM dihadapan Hukum



A.    Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hukum.
Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat. John Locke menjelaskan bahwa HAM merupakan hak kodrat pada diri manusia yang merupakan anugrah atau pemberian langsung dari tuhan YME.
Sedangkan menurut ajaran umum, salah satu syarat untuk Negara hukum adalah adanya jaminan atas hak-hak asasi. Jaminan ini harus terbaca dan tertafsirkan dari konstitusi yang berlaku dalam satu Negara, atau setidak-tidaknya termaklumi dari praktek hokum dan ketatanegaraan sehari-hari. Sebagai suatu hak, maka hak asasi ini tidak terlepas dari persoalan kebebasan dan kewajiban, baik bagi pihak pemegang kekuasaan maupun bagi pihak pendukung dari hak asasi itu sendiri. Tercantum di dalam pasal 27 ayat 1 berbunyi “ Segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hokum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Kedudukan hukum dalam pasal ini meliputi hukum privat, hukum publik dan bahwa setiap warga negara berhak mendapat perlindungan dengan mempergunakan kedua kelompok hukum tersebut.
Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakuan, hukum harus lah menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar.  Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya. Maka  kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara faktual mencirikan hukum.
B.     Hubungan antara HAM dengan Hukum
Jika membahas tentang HAM pasti tidak akan terlepas dari yang namanya hukum. Karena negara hukum merupakan suatu dimensi dari negara demokratis konstitusional, khususnya tentang adanya hukum yang supreme, yang harus mengatur aturan main dan dihormati oleh rakyat maupun penguasa di dalam negara ini. Maka kajiannya kembali kepada substansi hukum. Hukum haruslah dibentuk secara demokratis dan memuat substansi Hak Asasi Manusia. Kalau tidak, hukum akan kehilangan esensinya, bahkan menjadi alat penindasan semata-mata untuk mengabsahkan, membenarkan segala tindakan sepihak dari penguasa.
Hukum harus selalu mengacu pada Hak Asasi Manusia (HAM) Karena hukum harus melindungi hak-hak rakyat. Hukum harus menjadi teman bagi rakyat, sehingga rakyat merasa aman, hak-haknya terlindungi dan dapat memperjuangkan kepentingannyayang sah secara damai.
C.    Pelaksanaan Persamaan HAM dihadapan Hukum
Kasus-kasus Pelanggaran Hukum.
Masih ingatkah anda dengan kasus yang menimpa nenek Minah yang dituduh mencuri  3 kilogram kakao, padahal kenyataannya beliau hanya mngambil 3 buah kakao yang telah jatuh dari pohonnya Wanita berusia 55 tahun itu adalah warga Dusun Sidoharjo Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Ulahnya yang mencuri tiga butir kakao di kebun milik PT Rumpun Sari Antam senilai Rp 2.000,00 pada Agustus 2008 telah membuatnya harus berurusan dengan hukum. Majelis hakim menjatuhkan vonis 1 bulan 15 hari kurungan penjara, serta masa percobaan 30 hari. Putusan itu muncul di tengah karut marut kasus korupsi mega miliar di Jakarta, Bank Century. Spontan muncul tanda tanya besar di benak publik. Mengapa aparat penegak hukum kita begitu cepat dan responsif menangani kasus pencurian seperti yang dilakukan Nenek Minah, sementara kasus pencurian uang negara alias korupsi yang melibatkan pejabat negara begitu sulit terungkap?
Masih banyak kasus-kasus seperti diatas yang kebanyakan menimpa rakyat kecil. Sebut saja kasus pencurian buah semangka yang hanya satu buah dan berbuntut ke meja hijau. Begitu mudahnya aparat hukum memvonisnya. Namun, mengapa aparat kurang responsive untuk menindak para koruptor. Sungguh ironis memang, Negara yang menjunjung tinggi hukum seperti Republik Indonesia ini ternyata hukum-hukum yang tercantum dalam pasal-pasal tersebut sangat sensitive bagi rakyat kecil? Lantas, untuk apa pasal-pasal tersebut dibuat kalau tidak memihak pada seluruh rakyat di Indonesia?
Dengan alasan menegakkan hukum positif, aparat hukum begitu cepat dan tangkas menjerat si miskin. Hukum  terasa kaku, kejam, dan menakutkan bagi rakyat kecil. Terlebih dengan segala keterbatasan mereka tidak mampu membayar pembela hukum layaknya para koruptor.
Aparat penegak hukum terlihat sangat konsisten bila mengusut bahkan  memenjarakan warga miskin, bahkan tak jarang juga menggunakan pasal tindak  pidana secara berlebihan. Tapi bagaimana dengan perlakuan terhadap para  koruptor, para perampok uang negara, para penyalah guna wewenang dan kekuasaan?  Bahkan dalam beberapa kasus para koruptor hanya mendapatkan hukuman percobaan  dengan alasan kerugian yang ditimbulkan sudah dikembalikan.
Sementara perlakuan berbeda berlaku para para pejabat dan koruptor kakap  yang terindikasi merugikan keuangan negara. Aparat penegak hukum sering  terlihat “salah tingkah” saat berhadapan dengan para pejabat dan pemilik akses  ekonomi dan politik. Hukum tiba-tiba menjadi rumit dan berliku ketika  berhadapan dengan para pejabat atau pengusaha. Gerakan penegak hukum pun terasa  begitu lamban jika menghadapi mereka. Salah satu contoh, Anggodo Widjojo, yang diduga merekayasa proses hukum lewat percakapannya melalui telepon berkaitan  dengan kasus dugaan penyuapan KPK masih bebas berkeliaran. Lainnya Anggoro  Widjojo, tersangka korupsi pengadaan radio komunikasi di Departemen Kehutanan, sampai hari ini masih tak tersentuh hukum.
Idealnya dalam negara hukum (rechtsstaat) negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu. Pengakuan negara terhadap hak individu ini tersirat di dalam persamaan kedudukan di hadapan hukum bagi semua orang. Dalam suatu negara hukum semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan di hadapan hukum harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment).
Namun prakteknya, konflik antara suatu kepentingan dan kepentingan lain yang berposisi sebagai antitesisnya. Seperti kita ketahui banyak faktor di luar hukum yang turut menentukan bagaimana hukum senyatanya dijalankan. Hukum yang  dituliskan (law in abstracto) tidak selalu sama dengan hukum dalam praktek (law in concreto). Hukum dalam prakteknya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar hukum (extra-legal factors). Hukum, meski dipercaya memiliki nilai-nilai dan makna yang maha penting dalam menata kehidupan sosial, ia tetap sebagai hasil dari pergesakan dan tarik-menarik representasi politik, ekonomi yang memiliki kekuasaan tertentu dalam memengaruhinya. Sungguh disayangkan memang, contoh-contoh kasus diatas tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam pasal 28 D ayat 1, yang berbunyi :
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
D. Persamaan Dihadapan Hukum
Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu tanpa membedakan latar belakangnya, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Karena hokum merupakan sesuatu yang universal yang dimana hak tersebut harus diterima oleh siapa pun, kapan pun, dan dimana pun tanpa ada terkecualinya.
Persamaan dihadapan hukum atau equality before the law adalah salah satu asas terpenting dalam hukum modern. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule of Law yang juga menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Perundang-undangan Indonesia mengadopsi asas ini sejak masa kolonial lewat Burgelijke Wetboek (KUHPerdata) dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUHDagang) pada 30 April 1847 melalui Stb. 1847 No. 23. Tapi pada masa kolonial itu, asas ini tidak sepenuhnya diterapkan karena politik pluralisme hukum yang memberi ruang berbeda bagi hukum Islam dan hukum adat disamping hukum kolonial.
Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis dan tidak diartikan secara statis. Artinya, kalau ada persamaan di hadapan hukum bagi semua orang maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment) bagi semua orang. Jika ada dua orang bersengketa datang ke hadapan hakim, maka mereka harus diperlakukan sama oleh hakim tersebut (audi et alteram partem).
Persamaan di hadapan hukum yang diartikan secara dinamis ini dipercayai akan memberikan jaminan adanya akses untuk memperoleh keadilan (access to justice) bagi semua orang tanpa memperdulikan latar belakangnya. Menurut Aristoteles, keadilan harus dibagikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum yang mempunyai tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua orang tanpa kecuali. Apakah orang mampu atau fakir miskin, mereka sama untuk memperoleh akses kepada keadilan. Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang sangat mendasar bagi setiap orang dan oleh karena itu merupakan salah satu syarat untuk memperoleh keadilan bagi semua orang (justice for all). Kalau seorang yang mampu mempunyai masalah hukum, ia dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya. Sebaliknya seorang yang tergolong tidak mampu juga harus memperoleh jaminan untuk meminta pembelaan dari seorang atau lebih pembela umum (public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. Tidak adil kiranya bilamana orang yang mampu saja yang dapat memperoleh pembelaan oleh advokat dalam menghadapi masalah hukum. Sedangkan fakir miskin tidak memperoleh pembelaan hanya karena tidak sanggup membayar uang jasa (fee) seorang advokat yang tidak terjangkau oleh mereka. Kalau ini sampai terjadi maka asas persamaan di hadapan hukum tidak tercapai.
Selain itu fakir miskin yang frustrasi dan tidak puas karena tidak memperoleh pembelaan dari organisasi bantuan hukum akan mudah terperangkap dalam suatu gejolak sosial (social upheaval) antara lain melakukan kekerasan, huru-hara, dan pelanggaran hukum sebagaimana dinyatakan Von Briesen sebagai berikut:
Legal aid was vital because it keeps the poor satisfied, because it establishes and protects their rights; it produces better workingmen and better workingwomen, better house servants; it antagonizes the tendency toward communism; it is the best argument against the socialist who cries that the poor have no rights which the rich are bound to respect.”
Keadaan ini tentunya tidak nyaman bagi semua orang karena masih melihat fakir miskin di sekitarnya yang masih frustrasi. Melihat kepada kondisi sekarang, fakir miskin belum dapat memperoleh bantuan hukum secara memadai, walaupun pada tahun 2003 Undang-Undang Advokat telah diundangkan. Undang-Undang Advokat ini memang mengakui bantuan hukum sebagai suatu kewajiban advokat, namun tidak menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan bantuan hukum dan bagaimana memperolehnya. Yang terjadi selama ini adalah adanya kesemrawutan dalam konsep bantuan hukum dalam bentuk ada kantor-kantor advokat yang mengaku sebagai lembaga bantuan hukum tetapi sebenarnya berpraktik komersial dan memungut fee, yang menyimpang dari konsep pro bono publico yang sebenarnya merupakan kewajiban dari advokat. Selain kantor advokat mengaku sebagai organisasi bantuan hukum juga ada organisasi bantuan hukum yang berpraktik komersial dengan memungut fee untuk pemberian jasa kepada kliennya dan bukan diberikan kepada fakir miskin secara pro bono publico.
Kesemrawutan pemberian bantuan hukum yang terjadi selama ini adalah karena belum adanya konsep bantuan hukum yang jelas. Untuk mengatasi kesemrawutan tersebut maka perlu dibentuk suatu undang-undang bantuan hukum yang mengatur secara jelas, tegas, dan terperinci mengenai apa fungsi bantuan hukum, organisasi bantuan hukum, tata cara untuk memperoleh bantuan hukum, siapa yang memberikan, siapa yang berhak memperoleh bantuan hukum, dan kewajiban negara untuk menyediakan dana bantuan hukum sebagai tanggung jawab konstitusional. Keberadaan undang-undang bantuan hukum digunakan untuk merekayasa masyarakat contoh fakir miskin agar mengetahui hak-haknya dan mengetahui cara memperoleh bantuan hukum.
Dengan banyaknya kasus kasus mengenai pelanggaran HAM maka kita secari nurani sudah pasti tidak ingin terjadi kembali pelanggaran pelanggaran tersebut baik pelanggaran HAM ringan atau berat maka pemerintah harus memiliki strategi untuk menanggulanginya dalam rangka melindungi hak-hak warga negaranya. Langkah terbaik untuk meningkatkan Pemahaman HAM dan Hukum dimasyarakat maka Pemerintah mempunyai beberapa startegi diantaranya sebagai berikut :
1.      Melakukan sosialisasi kepada warga negara agar mendapatkan pendidikan Hukum dan HAM mengenai arti penting dari hak hak yang ia peroleh secara langsung tanpa harus meminta seperti hak hidup dll. Karena pada dasarnya banyak pelanggaran HAM terjadi karena ketidakpahaman mereka terhadap hak hak konstitusionalnya. Sehingga ketika melakukan tindakan yang melakukan pelanggaran mereka menganggap bahwa mereka tidak melakukan pelanggaran hukum apa lagi sampai merampas hak hak orang lain.
2.      Penegakan hukum secara menyeluruh tanpa terkecualinya. Masalah yang dihadapi saat ini adalah karena banyak kasus kasus pelanggaran baik hukum maupun HAM yang tidak terselesaikan bahkan memihak kepada salah satu pihak yang akhirnya persamaan HAM dihadapan hukum tidak dapat terwujud. Sebagai contoh dalam persidangan dalam kasus yang sama namun dengan orang yang berbeda namun hukumannya berbeda pula sehingga untuk mendapat keadilan sangat sulit.
3.      Meningkatkan lembaga Hukum dan HAM, dengan meningkatkan lembaga tersebut diharapkan keadilan dalam persidangan dapat terjadi sehingga tidak memasung bahkan menghilangkan hak hak orang lain. Dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya didalam tugasnya dalam mencari keadilan di pengadilan. 

 Ramli Ardi Yahya

4 komentar:

  1. Seharusnya Indonesia menegakan HAM

    BalasHapus
  2. penegakkan HAM di Indonesia sudah mulai ditangani dengan baik, karena sudah mempunyai lembaga khusus penanganan HAM. sehingga pelanggaran HAM baik ringan ataupun berat sudah ditangani dengan baik, walaupun masih banyak kasus pelanggaran yang belum terselsaikan.

    BalasHapus
  3. hukum di Indonesia, tumpul ke atas tajam ke bawah

    BalasHapus
  4. terimakasih atas materinya

    BalasHapus